Dulu Saya Pemurka, Sekarang Saya Pramuka



Hai! Udah lama rasanya nggak update blog. Kali ini saya akan cerita tentang pengalaman ikut KDM, eh KMD mblo. Tau KMD khaan? Nih, cerita saya saat KMD beberapa hari yang lalu. Pengalaman yang sukses menyadarkan saya tentang suatu hal. Kamu suka Pramuka? Kamu harus ikut KMD jika jawabannya adalah ‘Ya’. Kursus Mahir Dasar adalah suatu kegiatan untuk membentuk seseorang menjadi pembina Pramuka. Nah, sudah satu minggu saya mengikuti kegiatan yang berbau Pramuka dalam kapasitas saya sebagai seorang pendidik. Banyak cerita, banyak tertawa, dan banyak kejadian unik lainnya.

Disini saya mau terus terang ya... Dulu, ketika masih di bangku sekolah, bisa dibilang saya ini salah satu orang yang 'anti' terhadap yang namanya kegiatan Pramuka. Bahkan sama temen se-OSIS yang dulu aktif di Pramuka, saya malah memanggilnya Pemurka, sebuah plesetan yang setelah saya pikir-pikir, saya keterlaluan juga, saking tidak sukanya saya sama kegiatan Pramuka. Maaf ya teman-teman! Hehe.

Entahlah, atas dasar apa saya kok nggak suka sama kegiatan pramuka. Mungkin bawaan pribadi saya yang tipikal pemalas ini. Karena Pramuka identik dengan kegiatan lapangan, kemah, jelajah, dan hal lain yang membuat jiwa malasku berontak. Hingga saat itu sebagai bentuk pelarian, saya dan beberapa teman lain yang tidak aktif di pramuka mencoba konsentrasi dalam kegiatan seni musik. Bahkan sempat berhasil membentuk grup band sekolah, saat itu.

Beda Dulu, Lain Kini

Perjalanan karir membawa saya ke sini. Pramuka menjadi ekstrakurikuler wajib di setiap sekolah. Sehingga saya yang notabene menjadi pendidik harus mampu menjadi seorang pembina Pramuka. Entah, melalui cara apa dan bagaimana caranya.

Bak gayung bersambut. Kwaran Munjungan yang merupakan induk organisasi Pramuka di tingkat kecamatan mengagendakan KMD yang saya ceritakan ini. KMD yang dilaksanakan selama seminggu dan dipusatkan di gedung serba guna Desa Masaran. Lokasi yang cukup strategis dan dekat dengan rumah saya. Hanya perjalanan sekitar 2 menit saja dari rumah. Sungguh, KMD yang sangat mudah dilakukan, menurut cerita salah satu teman saya. Dibanding dengan teman saya yang dulu harus mengikuti KMD di luar daerah selama selama beberapa hari. Itupun belum tentu dijamin lulus.

KMD diadakan selama tujuh hari, mulai tanggal 17 Januari 2022 hingga 23 Januari 2022. Selama itu pula kami diberi berbagai pengetahuan tentang kepramukaan. Selama seminggu itu rasanya saya seperti jadi yang paling o'on. Lhah, saya aja nggak paham tentang serba-serbi pramuka. Terus ‘dicekoki’ dengan ilmu-ilmu pramuka selama seminggu, overdosis deh jadinya.

Diawali dengan pembukaan, semangat kami menggebu. Ada yang semangat ingin lekas menerima materi, ada yang semangat ingin lekas mendirikan tenda, ada juga yang semangat ingin lekas pulang. Yang terakhir itu saya banget, haha.

Saya ingat banget. Setelah pembukaan, diadakan pretest. Kalian tau apa yang terjadi? Saya nggak bisa ngerjain. Bisa sih, tapi kayak ada ngawur-ngawurnya gitu. Saya sukses dapet nilai lumayanlah. Walau berbekal jawaban insting. Saya seperti tong kosong. Asal jawab saja lah.

Setelah saya ikuti prosesnya, saya dapat mengambil kesimpulan. Dulu, ketika benih 'tidak suka' tumbuh dalam diri saya, salah satu sebabnya adalah terlalu menyepelekan suatu hal. Ya, saya dulu menyepelekan Pramuka, menurut saya kegiatan Pramuka adalah kegiatan sia-sia, karena saya anggap tidak ada esensi yang dapat diambil. Dan anggapan saya salah besar!. Ilmu dan teori kepramukaan ternyata sangatlah luas dan dalam. Setelah saya masuk mengikuti KMD dan saya berangkat dari nol, saya merasa bagaikan biduk yang terombang-ambing di tengah luasnya samudra. Teori yang luas, dalam dan komplit, lalu saya harus menguasainya dalam sekejap??? Disitulah saya mulai sadar bahwa Pramuka itu bukan hanya sekedar kemah, jelajah, nyanyi-nyanyi dan sebagainya. Tapi ada banyak esensi yang dapat kita ambil untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Jadi, mulai sekarang 'haram' hukumnya bagi saya untuk menyepelekan Pramuka lagi.

KMD Ternyata Asyik

Di KMD, kami belajar banyak hal, mulai dari materi untuk Pramuka Siaga hingga bagaimana mendidik anggota Pramuka segala usia. Semua kegiatan sudah diatur dalam jadwal yang sangat padat, sehingga saking lelahnya, pernah suatu sesion saya lebih memilih tidur sementara peserta lain sibuk mengerjakan tugas. Hehe.

Semua kegiatan dilakukan secara berkelompok, walaupun penilaian tetap dilakukan secara individu. Setiap kelompok didampingi oleh seorang Pelatih Pendamping (Peldam) sebagai tempat kami bertanya dan diskusi mengenai apa saja. Kebetulan pelatih pendamping di kelompok kami adalah Kak Henry, sosok senior yang menganggap Pramuka adalah bagian dari hidupnya. Beliau sangat cakap dalam bidang ini. Bahkan saya sampai berani menggambarkan sosoknya jika barangkali darahnya menetes, maka yang keluar bukan darah warna merah, tapi berwarna coklat, warna yang identik dengan Pramuka. Itulah Kak Henry.

Selain Kak Henry banyak juga pelatih yang dengan tlaten mendampingi kami dalam berproses di KMD ini. Sebut saja Kak Minto, teman akrab saya dari desa Ngulungwetan yang juga sangat cakap di Pramuka. Sosoknya cerdas dan kreatif. Ia spesialis ice breaking yang mampu mengubah suasana serius di dalam ruang kursus menjadi ceria dan menyenangkan. Kak Ali, sosok senior sekaligus sesepuh kami di dunia pendidikan. Ia pernah bercerita bahwa sejak kecil sudah aktif di dunia Pramuka hingga mengantarkan beliau sukses mendedikasikan diri menjadi seorang pendidik hingga saat ini. Ada lagi Kak Mansyur, yang sejak tahun 1998 harus rela meninggalkan kampung halamannya di desa Besuki guna mencari pengalaman, termasuk pengalaman Pramuka salah satunya. Beliau sosok cerdas yang memotori IT-nya Pramuka. Dan yang satu lagi, Kak Tomo. Sosok yang sudah tidak muda lagi. Beliau berusia 71 tahun, namun spiritnya melampaui orang seusianya. Bahkan mampu mengalahkan kami yang muda-muda ini. Ia saya anggap sebagai gudangnya ilmu Pramuka. Sungguh, sosok sepuh yang sangat saya kagumi.

Dengan total peserta 64 orang, kami dibagi menjadi 8 kelompok dengan jumlah peserta 7 hingga 8 orang dalam tiap kelompok. Pembagian kelompok dilakukan dengan sistem acak, sehingga tidak ada yang dapat menentukan dirinya berada di kelompok mana. Saya tergabung ke dalam kelompok "Sungai Musi" yang berisi orang-orang muda yang beragam latar belakang dan pengalaman Pramukanya. Ada Kak Dimyati, seorang guru dari MI Masaran 1 selaku ketua kelompok kami. Ia cukup mahir Pramuka, karena dulu sangat aktif di kepramukaan saat masih bersekolah. Kak Hadi Sutrisno, guru SDN 1 Craken yang juga sekaligus teman karib saya di kepengurusan PGRI Ranting Craken. Kak Rudi, guru SDN 2 Ngulungkulon, senior saya di PGRI Cabang. Kak Danang, guru SDN 1 Karangturi. Ia berasal dari Sampang, Madura. Kak Agus, guru SDN 4 Besuki, yang juga merupakan teman saya di KKG PAI. Kak Galih, guru SDN 1 Bendoroto. Dan saya sendiri sebagai delegasi dari SDN 2 Craken.

Dalam kegiatan kursus KMD ini, kami melaksanakan peran sesuai intruksi dari Pelatih Pembina. Saya masih ingat betul ketika satu hari dimana semua peserta harus bersikap seolah-olah mereka adalah Pramuka Siaga. Sepanjang hari itu, kami melakukan beberapa kegiatan yang lazim dilakukan oleh Pramuka Siaga, seperti apel, bernyanyi, bermain, dan bercerita. Kami benar-benar diajak untuk berpikir dan bertingkah laku seperti seorang Pramuka Siaga termasuk saling sapa dengan panggilan ‘Bunda’, ‘Ayahanda’, dan ‘Ananda’. Dengan begitu, kami dapat memahami bagaimana cara berpikir dan cara membina peserta didik usia itu. Di hari selanjutnya, kami melakukan hal yang sama sebagai Pramuka Penggalang. Begitu juga di hari selanjutnya, kami bersikap seperti Pramuka Penegak.

Separuh minggu pertama saya belum bisa merasakan asyiknya berKMD. Namun di separuh minggu kedua saya dapat merasakan betapa menyenangkan kursus KMD yang saya ikuti ini. Ibarat orang makan sudah dapat menikmati manisnya makanan.

Salah satu kegiatan yang paling berkesan selama KMD adalah penjelajahan. Dalam kegiatan tersebut kami sekelompok disuruh berjalan menyusuri rute yang sudah ditentukan pelatih. Kami berhenti pada setiap pos yang telah ditentukan lalu oleh penjaga pos kami diberi tugas tertentu, ada yang menyuruh kami membaca dan mengartikan sandi morse, membuat tandu atau dalam istilah pramukanya disebut dragbar, disuruh presentasi  dan sebagainya. Sepanjang perjalanan jelajah kami bernyanyi sambil menyuarakan yel-yel hasil kreatifitas kelompok kami. Capek sih, tapi menyenangkan. Seakan saya mundur beberapa tahun kembali ke masa-masa SD. Hehe...


Cerita terus berlanjut. Saya singkat saja, di penghujung malam terakhir diadakan kegiatan api unggun. Sebuah 'ritual' khas anak pramuka menjelang selesainya kegiatan. Dalam kegiatan ritual api unggun kali ini, disetting beda dengan kegiatan api unggun pada umumnya. Kegiatan api unggun yang biasanya menggunakan bahasa Indonesia, kali ini dilakukan dengan menggunakan bahasa Jawa. Mulai dari protokol, laporan, sambutan, hingga teks do'a semuanya menggunakan bahasa Jawa. Tidak hanya khidmat tapi juga ada nuansa sakralnya.

Setelah selesai api unggun kami melanjutkan kegiatan pentas seni. Setiap kelompok dapat jatah menampilkan hasil kreatifitas seninya. Ada yang menampilkan olah vocal, teater dan kreatifitas seni lainnya. Sungguh, malam yang asyik untuk sekedar me-refresh otak sambil menghibur diri bersama teman-teman. Bernyanyi dan berjoget bersama, sejenak melupakan persoalan hidup yang sebenarnya menumpuk di belakang.

Itulah teman-teman, sekelumit pengalaman KMD yang baru saja saya ikuti beberapa hari yang lalu. Pengalaman yang menyadarkan saya untuk tidak menyepelekan sesuatu. Pengalaman yang menyadarkan saya untuk saling berbagi keluh kesah bersama teman, serta berjuta pengalaman berharga lainnya yang saya dapatkan dalam waktu tujuh hari itu. Lalu, bagaimana dengan pengalaman KMD-mu?












Posting Komentar

0 Komentar