Menaruh Hati dan Pikiran pada Jari Jemari

 


Cobalah delete semua akun medsos yang kita punya. Dalam hitungan hari kita boleh jadi akan menyadari bahwa sebagian besar komentar kita di media sosial tidak penting-penting amat, yang 'lenyap' digeser oleh jutaan komentar lain yang berebut perhatian, dan komen kita pun dilupakan bahkan sangat mungkin dari ribuan komentar yang pernah kita tuangkan di status, kolom komentar, story, ada sebagian atau beberapa di antaranya yang hanya menambah banyak catatan amal buruk kita yang kelak harus kita pertanggungjawabkan di hadapan Tuhan.

Hari demi hari di medsos kita bertikai dan, sayangnya, pertikaian itu sebagian di antaranya  hanya demi membela prasangka kita, atau dugaan atau penafsiran kita atas realitas dan pertikaian yang kita imbuhi dengan dusta, fitnah dan caci-maki tak lantas mengubah pandangan orang lain menjadi sesuai dengan pandangan kita. Seringkali kita malah jengkel sendiri, lalu kita secara tak sadar merawat kejengkelan itu dengan sikap yang amat waspada pada keburukan atau kesalahan pihak yang tak kita sukai, entah karena alasan beda tafsir hingga karena beda idola dan pandangan politik. Maka sebagian netizen bagaikan burung pemakan bangkai setiap ada kesalahan sekecil apapun dari 'lawan' kita beramai-ramai menistanya, mengumbar hinaan, dan sejenisnya. Seluruh konsentrasi kita arahkan pada keburukan liyan, seolah-olah tak ada sedikitpun kebaikannya. Kita bahas berhari-hari keburukannya, demi memuaskan rasa sengit kita, rasa benci kita.

Keburukan atau kesalahan orang lain terus menjadi perhatian sebagian orang bagai lalat yang mengerumuni kotoran, suka sekali berkerumun mengais-ngais kotoran. Setiap hari kita mengisi pikiran dan hati kita dengan menyesap keburukan liyan untuk menyuburkan keburukan yang ada pada diri kita sendiri. Atau, kita rajin mengabarkan kesalahan dan keburukan liyan demi menutupi kesalahan dan keburukan diri, hingga lama-lama kita merasa selalu lebih benar karena tak pernah menengok lagi pada kesalahan dan keburukan diri kita.

Pada akhirnya, semua komentar kita akan hilang di telan waktu. Yang tersisa adalah catatan sifat dan nafsu apa yang kita sertakan dalam komentar kita dusta, fitnah, benci, dengki, marah, cinta, kasih sayang dan sebagainya yang akan dihisab atau diperhitungkan kelak di yaumil hisab.

Selain mulut, ternyata jari jemari juga memiliki peluang banyak dosa. Lewat ketikan dan tulisan komentar yang tidak terkontrol. Apakah komentar kita menyakiti orang lain atau tidak. Maka arahkan hati dan pikiran ke sela-sela jarimu, agar tulisan komentar yang kamu ketik pada ruang virtualmu benar-benar memiliki esensi. Tidak menimbulkan kegaduhan dan menyakiti hati orang lain.

Posting Komentar

0 Komentar