Masih tentang Medsos

 

Media sosial itu terkadang seperti perpanjangan dari lisan. Lisan itu kadang-kadang mengungkapkan hal-hal yang tersimpan dalam hati melalui kata-kata. Kata-kata itu mengungkap sekaligus menutupi. Itulah sebabnya kita bisa menumpahkan kejengkelan kita atau rasa ingin menghina dengan kata-kata yang dibalut dengan berbagai macam dalih atau alasan: demi mengingatkan, demi menasihati, demi apa saja ...
 
Tetapi yang sering kurang disadari adalah kita lupa bahwa maksud baik yang disampaikan via tulisan tidak akan sampai jika diungkapkan dengan kata-kata yang menyakitkan hati. Semisal, metode dakwah dengan kebencian, dakwah dengan mengejek atau dakwah dengan fitnah dan dusta. Itu seperti mencampurkan yang haq dengan yang bathil, memberikan air jernih di dalam gelas berisi telek lencung dan tlethong sapi kepada seseorang. Apakah engkau akan meminumnya?

Media sosial memiliki beberapa "tabiat," salah satunya mampu menggoda  seseorang untuk melebih-lebihkan sesuatu. Ini sering kita lihat. Seperti yang kita saksikan dalam beberapa kasus kriminal dan penipuan yang ramai dibicarakan belakangan in, sebagian orang mengungkap keburukan atau kesalahan orang lain dengan secara terus-menerus mengunggah posting berisi kata-kata yang mengejek/menghina. Tidak cukup sekali, namun berkali-kali, seolah-olah belum puas jika belum banyak orang yang ikut nimbrung untuk mengejek.
 
Tetapi  bayangkan begini : Orang yang terbukti bersalah sudah dihukum, atau minimal kena sanksi sosial menanggung rasa malu. Sementara kita terus-menerus memandang rendah dan mengejeknya untuk mempermalukannya di media sosial, yang sama artinya mempermalukannya di muka umum. Ini berarti secara implisit kita merasa kondisi batin kita "lebih baik" dari mereka yang bersalah atau berdosa, seolah-olah yang bersalah itu tak akan pernah berubah. Tetapi apakah tindakan kita mengejek terus-menerus di muka umum bukan suatu kesalahan?

Lantas, jika di kemudian hari orang itu tobat nasuha dan khusnul khatimah, sementara kita terlanjur menyakiti hatinya dan belum sempat minta maaf, apa yang terjadi dengan amal kita kelak di hari perhitungan? Tidak cukupkah pesan kanjeng Nabi, "berkata baik atau diam" jika kita tidak memahami situasi secara keseluruhan?
 
Kita tunggu saja tanggapan dari Lesty...😀😀😀

Posting Komentar

0 Komentar