Pernikahan dalam Islam (2) : Thalaq, Khuluk, Fasakh, Iddah dan Hadanah




1. THALAQ

Thalaq ialah melepaskan tali ikatan nikah dari pihak suami dengan menggunakan lafadz tertentu. Dalam Islam thalaq merupakan perbuatan yang halal tapi sangat dibenci oleh Allah SWT. Rasulullah bersabda dalam satu hadis yang diriwayatkan Ibnu Umar r.a.:

Artinya: Dari Ibn Umar r.a dari Nabi Saw. bersabda: Perkara halal yang dibenci Allah adalah ṭalāk” (HR. Abu Dawud, dan al Hakim)

Berdasar hadis di atas hukum thalaq adalah makruh. Akan tetapi hukum tersebut bisa berubah dalam kondisi-kondisi tertentu. Berikut penjelasan ringkasnya:
a. Hukum thalaq menjadi wajib, bila suami istri sering bertengkar dan tidak dapat didamaikan.
b. Hukum thalaq menjadi sunnah, jika suami tidak sanggup memberi nafkah.
c. Hukum thalaq menjadi haram, jika thalaq akan mendatangkan madharat yang lebih besar bagi kedua belah pihak (suami istri).


2. Syarat dan Rukun Thalaq

Rukun thalaq ada tiga yaitu suami, istri, dan ucapan thalaq. Adapun syarat-syarat dari setiap ketiganya sebagaimana berikut:

⎈ Suami yang menjatuhkan thalaq

1) Ada ikatan pernikahan yang sah dengan istri
2) Baligh
3) Berakal
4) Tidak dipaksa

⎈ Istri (dithalaq)
1) mempunyai ikatan pernikahan yang sah dengan suami.
2) Masih dalam masa iddah thalaq raj’i yang dijatuhkan sebelumnya.

3. Macam-macam Thalaq

a. Ditinjau dari proses menjatuhkannya:

1) Thalaq dengan ucapan

Thalaq dengan ucapan terbagi menjadi dua:
a) Sarih   (tegas).   Yaitu   mengungkapkan   lafadz   thalaq   yang   tidak mungkin dipahami makna lain kecuali thalaq. Semisal ungkapan seorang suami keapada istri yang ia thalaq,“Engkau sudah berpisah denganku”
b) Sindiran.  Yaitu  mengungkapkan  satu  lafadz  yang  memiliki kemungkinan makna thalaq atau yang lainnya. Semisal ungkapan seorang suami kepada istri yang ia thalaq,”Pulanglah engkau ke rumah orang tuamu.” Thalaq dengan sindiran harus disertai niat menthalaq.
2) Thalaq dengan tulisan
3) Thalaq dengan isyarat. Jenis thalaq ini hanya berlaku bagi orang yang tidak dapat berbicara atau menulis.


b. Ditinjau dari segi jumlahnya :

1) Thalaq satu, yaitu thalaq satu yang pertama kali dijatuhkan suami kepada istriya.
2) Thalaq dua yaitu thalaq yang dijatuhkan suami kepada istrinya untuk yang kedua kalinya.
3) Thalaq tiga ialah thalaq yang dijatuhkan suami kepada istrinya untuk yang ketiga kalinya.


Pada thalaq satu dan dua, suami boleh rujuk kepada istri sebelum masa iddah  berakhir  atau  dengan  akad  baru  bila  masa  iddah  telah  habis.  Akan tetapi pada thalaq tiga, suami tidak boleh rujuk dengan istrinya kecuali jika ia telah menikah dengan laki-laki lain, pernah melakukan hubungan biologis dengannya, kemudian ia dicerai dalam kondisi normal. Bukan karena adanya konspirasi antara suami baru yang mencerainya dengan suami sebelumnya yang menjatuhkan thalaq tiga padanya –sebagaimana hal ini terjadi pada nikah tahlil yang diharamkan syariat.

c. Ditinjau dari segi keadaan istri :

1) Thalaq sunah, yaitu thalaq yang dijatuhkan kepada istri yang pernah dicampuri ketika istri:
a)  Dalam keadaan suci dan saat itu ia belum dicampuri
b)  Ketika hamil dan jelas kehamilannya

2) Thalaq bid’ah yaitu thalaq yang dijatuhkan kepada istri ketika istri:

a) Dalam keadaan haid
b) Dalam keadaan suci yang pada waktu itu ia sudah dicampuri suami
Thalaq bid’ah hukumnya haram

3) Thalaq bukan sunah dan bukan bid’ah yaitu thalaq yang dijatuhkan kepada istri yang belum pernah dicampuri dan belum haidh (karena masih kecil)


d. Ditinjau dari segi boleh atau tidaknya rujuk:

1) Thalaq raj’i yaitu thalaq yang dijatuhkan suami kepada istri dimana istri boleh dirujuk kembali sebelum masa iddah berakhir.
Allah Swt. berfirman:
Artinya: “Thalaq yang dapat dirujuk adalah dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara baik-baik, dan mencerainya dengan cara yang baik-baik pula...” (QS. Al Baqarah : 229)

2) Thalaq bain, yaitu thalaq yang menghalangi suami untuk rujuk kembali kepada istrinya. Thalaq bain ini terbagi menjadi dua:

a) Thalaq bain kubra, yaitu thalaq tiga, sebagaimana Allah sampaikan dalam firman-Nya:
 
Artinya: “Dan jika suami menceraikannya sesudah thalaq yang kedua, maka perempuan itu boleh dinikahinya lagi hingga ia kawin dengan laki-laki. Jika suami yang lain menceraikannya maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami) pertama dan istri untuk kawin kembali jika keduanya berkeyakinan akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah (QS. Al-Baqarah : 230)

b) Thalaq bain sughra
Thalaq yang menyebabkan istri tidak boleh dirujuk, akan tetapi ia boleh dinikahi kembali dengan akad dan mas kawin baru, dan tidak harus dinikahi terlebih dahulu oleh laki-laki lain, seperti thalaq dua yang telah habis masa  iddahnya.



2. KHULUK

Khuluk adalah perceraian yang timbul atas kemauan istri dengan mengembalikan mahar kepada suaminya. Khuluk disebut juga dengan thalaq tebus.

Terkait dengan khuluk, Allah berfirman dalam surat al-Baqarah ayat 229:
Artinya: “...Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak dosa bagi keduanya mengadakan bayaran yang diberikan oleh pihak istri untuk menebus dirinya.”(QS. Al Baqarah : 229)

2.1. Rukun Khuluk:

a) Suami yang baligh, berakal dan dengan kemauannya
b) Istri  yang  dalam  kekuasaan  suami.  Maksudnya  istri  tersebut  belum dithalaq suami yang menyebabkannya tidak boleh dirujuk.
c) Ucapan yang menunjukkan khuluk
d) Bayaran yaitu suatu yang boleh dijadikan mahar
e) Orang yang membayar belum menggunakan hartanya, baik istri maupun orang lain.

2.2. Besarnya tebusan khulu':

Tebusan khulu’ bisa berupa pengembalian mahar sebagian atau seluruhnya dan bisa juga harta tertentu yang sudah disepakati suami istri. Dalam salah satu hadis yang diriwayatkan Ibnu Abbas r.a. dijelaskan bahwa istri Tsabit bin Qais mengadu kepada Rasulullah Saw. ihwal keinginannya berpisah dari suaminya. Maka Rasulullah bertanya kepadanya apakah dia rela mengembalikan kebun yang dulu dijadikan mahar untuknya kepada Tsabit? dan kala istri Tsabit menyatakan setuju, maka Rasul pun bersabda kepada Tsabit:
Artinya:  “ Terimalah kebunnya, dan thalaqlah ia satu kali thalaq.” (HR. An-Nasai)

Adapun terkait besar kecilnya tebusan khulu’, para ulama berselisih pendapat:
- Pendapat jumhur ulama: Tidak ada batasan jumlah dalam tebusan khulu’. Dalil yang mereka jadikan sandaran terkait masalah ini adalah firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 229 sebagaimana tersebut di atas.
- Pendapat sebagian ulama: Tebusan khulu’ tidak boleh melebihi mas kawin yang pernah diberikan suami.

3.3. Dampak syar’i yang ditimbulkan khulu’

Ketika terjadi khulu’, maka suami tidak bisa merujuk istrinya, walaupun khulu’ tersebut baru masuk kategori thalaq satu ataupun dua dan istri masih dalam masa iddahnya. Seorang suami yang ingin kembali kepada istrinya setelah terjadinya khulu’ harus mengadakan akad nikah baru dengannya.



3. FASAKH

Secara bahasa fasakh berarti rusak atau putus. Adapun dalam pembahasan fikih fasakh adalah pemisahan pernikahan yang dilakukan hakim dikarenakan alasan tertentu yang diajukan salah satu pihak dari suami istri yang bersangkutan.

a. Sebab–sebab fasakh

1. Tidak terpenuhinya syarat-syarat akad nikah, semisal seseorang yang menikahi wanita yang ternyata adalah saudara perempuannya.


2. Munculnya masalah yang dapat merusak pernikahan dan menghalangi tercapainya tujuan pernikahan, sebagaimana beberapa hal berikut:
-  Murtadnya salah satu dari pasangan suami istri
-  Hilangnya suami dalam tempo waktu yang cukup lama
-  Miskinnya seorang suami hingga tidak mampu memberi nafkah keluarga
-  Dipenjarakannya suami, dan beberapa hal lainnya.


4. IDDAH

Iddah  ialah  masa  tenggang  atau  batas  waktu  untuk  tidak  menikah  bagi perempuan yang dicerai atau ditinggal mati suaminya.


a.    Macam-macam iddah :

1. Iddah Istri yang dicerai dan ia masih haid, lamanya tiga kali suci.
2. Iddah Istri yang dicerai dan ia sudah tidak haidh, lamanya tiga bulan
3. Iddah Istri yang ditinggal mati suaminya adalah empat bulan sepuluh hari bila ia tidak hamil.
4. Iddah Istri yang dicerai dalam keadaan hamil lamanya sampai melahirkan
5. Iddah Istri yang ditinggal wafat suaminya dalam keadaan hamil masa iddahnya menurut sebagian ulama adalah iddah hamil yaitu sampai melahirkan.


b. Kewajiban Suami Istri Selama Masa Iddah

1. Kewajiban Suami
Suami yang mencerai istrinya berkewajiban memberi belanja dan tempat tinggal selama iddahnya belum berakhir. Berikut penjelasan singkatnya:
-  Perempuan yang dicerai dengan tahlaq raj’i berhak mendapatkan belanja dan tempat tinggal.
Nabi bersabda :
 
Artinya:  “Sesungguhnya tempat tinggal dan nafkah bagi orang yang bisa merujuk istrinya atau bagi istri yang bisa diruju’ (HR. Ahmad dan Nasai).
- Perempuan  yang  dithalaq  bain  dan  ia  dalam  keadaan  hamil  berhak memperoleh nafkah dan tempat tinggal. Allah berfirman:
Artinya: “Jika istri-istri yang telah dicerai sedang hamil berilah mereka uang belanja sampai mereka melahirkan” (QS. At-Tallāq : 6).
- Perempuan yang ditalaq bain dan tidak hamil berhak memperoleh tempat tinggal saja dan tidak berhak memperoleh belanja. Allah berfiman:
Artinya: “Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka”. (QS. At-Tallāq : 6).

- Perempuan yang ditinggal wafat suami baik hamil atau tidak, ia tidak berhak memperoleh uang belanja atau tempat tinggal karena ia mendapat warisan dari harta peninggalan suaminya.


2. Kewajiban istri selama masa iddah
Wanita yang dicerai suaminya wajib menetap di rumah suaminya selama iddahnya belum berakhir. Allah SWT berfirman :
Artinya: “Jangan kamu keluarkan mereka istri-istri yang telah dicerai dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) keluar kecuali kalau mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang.” (QS.  At-Tallāq: 1)

c. Tujuan Iddah :

1. Menghilangkan keraguan tentang kosongnya rahim bekas istri.
Allah berfirman :
Artinya:  “Mereka  tidak  boleh  menyembunyikan  anak  yang  dijadikan  Allah  SWT
dalam rahim bila mereka mengetahuinya” (QS. Al-Baqarah : 228)


2. Untuk memudahkan proses rujuk antara suami dan bekas istrinya.
Artinya: "Dan para suami yang lebih berhak merujuk bekas istri mereka itu dalam masa jika mereka para suami menghendaki damai” (QS. Al-Baqarah : 228)

3. Untuk menjaga perasaan keluarga mantan suami yang sedang berkabung (ini terkait dengan iddahnya wanita kala ditinggal mati suaminya).


5. HADANAH

Hadanah adalah memelihara anak dan mendidiknya dengan baik.

a. Syarat-syarat Hadanah :

1. Berakal.
2. Beragama.
3. Medeka.
4. Baligh.
5. Mampu mendidik.
6. Amanah.

b. Tahap-tahap Hadanah

Jika  suami  istri  bercerai  maka  kepengurusan  anak  mengikuti  aturan sebagaimana berikut:
1. Jika anak masih kecil dalam pangkuan ibunya, maka ibu lebih berhak memeliharanya.
2. Anak yang sudah dapat bekerja, pemeliharaannya dipasrahkan kepada anak tersebut, apakah ia akan memilih ibunya atau bapaknya. Ia bebas dengan pilihannya.

Posting Komentar

0 Komentar