Kepemilikan dalam Islam


Islam telah mengatur segala aspek tata kehidupan termasuk kepemilikan suatu barang.  Segala harta benda yang dimiliki oleh siapapun harus dilakukan dengan cara yang halal dalam mencarinya. Bukan melalui mencuri, merampas, merampok maupun korupsi. Setelah kita mendapatkan harta tersebut,  ada hal yan perlu diketahui oleh umat Islam bahwa harta kekayaan itu di samping untuk dirinya, keluarganya juga untuk orang lain. Artinya ada sebagian hak yang harus diberikan kepada fakir miskin dan para dhuafa yang membutuhkan uluran tangan kita.

Maka kita harus giat bekerja untuk mencari karunia Allah Swt. Karena malas bekerja bukan ajaran Rasulullah yang disyariatkan dalam agama Islam. Kerja keras yang dilakukan akan mendapatkan hasil yang lebih baik, dibandingkan dengan orang-orang yang malas bekerja. Adapun cara memiliki harta dengan berbagai macam cara sebagaimana dalam pembahasan berikut ini.


A.  Kepemilikan

1. Pengertian Kepemilikan (Milkiyah)

Milkiyah menurut bahasa berasal dari kata Milkun artinya sesuatu yang berada dalam kekuasaannya, sedang milkiyah menurut istilah adalah suatu harta atau barang yang secara hukum dapat dimiliki oleh seseorang untuk dimanfaatkan dan dibenarkan  untuk dipindahkan penguasaannya kepada orang lain.

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَحْلَلْنَا لَكَ أَزْوَاجَكَ اللَّاتِي آتَيْتَ أُجُورَهُنَّ وَمَا مَلَكَتْ يَمِينُكَ مِمَّا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَيْكَ 
"Hai Nabi, sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu isteri-isterimu yang telah kamu berikan maskawinnya dan hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu" (QS. Al Ahzab : 50).

Menjaga  dan  mempertahankan  hak  milik  hukumnya  wajib,  sebagaimana sabda Rasulullah Saw. :

"Siapa  yang  gugur  dalam  mempertahankan  hartanya  ia  syahid,  siapa  yang gugur dalam mempertahankan darahnya ia syahid, siapa yang gugur dalam mempertahankan agamanya ia syahid, siapa yang gugur dalam mempertahankan keluarganya ia syahid" (HR. Bukhori Muslim).

2. Sebab-sebab Kepemilikan

Harta benda atau barang dan jasa dalam Islam harus jelas status kepemilikannya, karena  dalam  kepemilikan  itu  terdapat  hak-hak  dan  kewajiban  terhadap barang atau jasa, misalnya kewajiban zakat itu apabila barang dan jasa itu telah menjadi miliknya dalam waktu tertentu. Kejelasan status kepemilikan dapat dilihat melalui sebab-sebab berikut:
a. Barang atau harta itu belum ada pemiliknya secara sah (Ihrazul Mubahat). Contohnya : Ikan di sungai, ikan di laut, hewan buruan, Burung-burung di alam bebas, air hujan dan lain-lain.
b. Barang atau harta itu dimiliki karena melalui akad (bil Uqud), contohnya: lewat jual beli, hutang piutang, sewa menyewa, hibah atau pemberian dan lain-lain.
c. Barang atau harta itu dimiliki karena warisan (bil Khalafiyah), contohnya: mendapat bagian harta pusaka dari orang tua, mendapat barang dari wasiat ahli waris.
d. Harta atau barang yang didapat dari perkembangbiakan (minal mamluk). Contohnya : Telur dari ayam yang dimiliki, anak sapi dari sapi yang dimiliki dan lain-lain.

3.  Macam-macam Kepemilikan

Kepemilikan terhadap suatu harta ada tiga macam, yaitu :
a. Kepemilikan penuh (milk-tam), yaitu penguasaan dan pemanfaatan terhadap benda atau harta yang dimiliki secara bebas dan dibenarkan secara hukum.
b. Kepemilikan materi, yaitu kepemilikan seseorang terhadap benda atau barang terbatas kepada penguasaan materinya saja.
c. Kepemilikan manfaat, yaitu kepemilikan seseorang terhadap benda atau barang terbatas kepada pemanfaatannya saja, tidak dibenarkan secara hukum untuk menguasai harta itu.
Menurut Dr. Husain Abdullah kepemilikan dapat dibedakan menjadi :
a. Kepemilikan pribadi (Individu), yaitu suatu harta yang dimiliki seseorang atau kelompok, namun bukan untuk umum, Contohnya: rumah, mobil, sawah dan lain-lain.
b. Kepemilikan publik (umum), yaitu harta yang dimiliki oleh banyak orang. Contohnya: Jalan Raya, laut, lapangan olah raga dan lain-lain.
c. Kepemilikan Negara. Contohnya: Gedung Sekolah Negeri, Gedung Pemerintahan, Hutan dan lain-lain.

4.  Ihrazul Mubahat dan Khalafiyah
a. Ihrazul Mubahat
1). Pengertian Ihrazul Mubahat (Barang bebas), maksudnya adalah bolehnya seseorang memiliki harta yang tidak bertuan (belum dimiliki oleh seseorang atau kelompok).
2). Syarat Ihrazul Mubahat, syarat untuk terpenuhinya ihrazul mubahat adalah sebagai berikut :
a. Benda atau harta yang ditemukan itu belum ada yang memilikinya.
b. Benda atau harta yang ditemukan itu memang dimaksudkan untuk dimilikinya. Contohnya : burung yang menyasar dan masuk ke rumah.

b. Khalafiyah
1). Pengertian Khalafiyah
Khalafiyah adalah bertempatnya seseorang atau sesuatu yang baru ditempat yang lama yang sudah tidak ada dalam berbagai macam hak.
2). Macam-macam Khalafiyah
a)  Khalafiyah Syakhsyun ’an syakhsyin (seseorang terhadap  seseorang)  adalah  kepemilikan  suatu  harta  dari  harta yang ditinggalkan oleh pewarisnya, sebatas memiliki harta bukan mewarisi hutang si pewaris.
b) Khalafiyah syai’un ‘an syai’in (sesuatu terhadap sesuatu) adalah kewajiban seseorang untuk mengganti harta / barang milik orang lain yang dipinjam karena rusak atau hilang sesuai harga dari barang tersebut.

5. Ihyaul Mawat (membuka lahan baru)
a. Pengertian Ihyaul Mawat
Ihyaul Mawat  ialah upaya untuk membuka lahan baru atas tanah yang belum ada pemiliknya. Misalnya, membuka hutan untuk lahan pertanian, menghidupkan lahan tidur menjadi produktif yang berasal dari rawa-rawa yang tidak produktif atau tanah tidur lainnya agar menjadi produktif.

b. Hukum Ihyaul Mawat
Menghidupkan lahan yang mati hukumnya boleh (mubah) berdasarkan hadits
Rasulullah Saw., sebagai berikut :
"Barang siapa yang menghidupkan tanah mati, maka tanah itu menjadi haknya, orang yang mengalirkan air dengan dzalim tidak mempunyai haknya" (HR. Abu Daud, An-Nasa'i dan Tirmidzi).

c. Syarat membuka lahan baru
1). Tanah yang dibuka itu cukup hanya untuk keperluannya saja, apabila lebih orang lain boleh mengambil sisanya.
2). Ada kesanggupan dan cukup alat untuk meneruskannya, bukan semata-mata sekedar untuk menguasai tanahnya saja.

d.  Hikmah Ihyaul Mawat
1). Mendorong manusia untuk bekerja keras dalam mencari rezeki.
2). Munculnya rasa kemandirian dan percaya diri bahwa di dalam jagad raya ini terdapat potensi alam yang dapat dikembangkan untuk kemaslahatan hidup.
3). Termanfaatkannya potensi alam sebagai manifestasi rasa syukur kepada Allah atas kemampuan manusia dalam bidang IPTEK.

6. Hikmah Kepemilikan
Ada beberapa hikmah disyariatkannya kepemilikan dalam Islam, antara lain:
a. Terciptanya rasa aman dan tenteram dalam kehidupan bermasyarakat.
b. Terlindunginya hak-hak individu secara baik.
c. Menumbuhkan sikap kepedulian terhadap fasilitas-fasilitas umum.
d. Timbulnya rasa kepedulian sosial yang semakin tinggi.

B.  Akad

1. Pengertian dan Dasar Hukum Akad
Akad menurut bahasa artinya ikatan atau persetujuan, sedangkan menurut istilah akad adalah transaksi atau kesepakatan antara seseorang (yang menyerahkan) dengan orang lain (yang menerima) untuk pelaksanaan suatu perbuatan. Contohnya : akad jual beli, akad sewa menyewa, akad pernikahan. Dasar hukum dilakukannya akad adalah :

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَوْفُوا۟ بِٱلْعُقُودِ ۚ
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu” (QS. Al Maidah : 1).

Berdasarkan ayat tersebut dapat dipahami bahwa melakukan isi perjanjian atau akad itu hukumnya wajib.

2.  Rukun akad dan Syarat akad
Adapun rukun akad adalah :
a. Dua orang atau lebih yang melakukan akad (transaksi) disebut Aqidain.
b. Sighat (Ijab dan Qabul).
c. Ma’qud ‘alaih (sesuatu yang diakadkan).

Sementara itu syarat akad adalah sebagai berikut :
a. Syarat orang yang bertransaksi antara lain : berakal, baligh, mumayis dan orang yang dibenarkan secara hukum untuk melakukan akad.
b. Syarat barang yang diakadkan antara lain : bersih, dapat dimanfaatkan, milik orang yang melakukan akad dan barang itu diketahui keberadaannya.
c. Syarat sighat: dilakukan dalam satu majlis, ijab dan qabul harus ucapan yang bersambung, ijab dan qabul merupakan pemindahan hak dan tanggung jawab.

3. Macam-macam Akad
Ada beberapa macam akad, antara lain:
a. Akad lisan, yaitu akad yang dilakukan dengan cara pengucapan lisan.
b. Akad tulisan, yaitu akad yang dilakukan secara tertulis, seperti perjanjian pada kertas  bersegel atau akad yang melalui akta notaris.
c. Akad perantara utusan (wakil), yaitu akad yang dilakukan dengan melalui utusan atau wakil kepada orang lain agar bertindak atas nama pemberi mandat.
d. Akad isyarat, yaitu akad yang dilakukan dengan isyarat atau kode tertentu.
e. Akad Ta’ati (saling memberikan), akad yang sudah berjalan secara umum. Contoh: beli makan di warung, harga dan pembayaran dihitung pembeli tanpa tawar menawar.

4. Hikmah Akad
Ada beberapa hikmah dengan disyariatkannya akad dalam muamalah, antara lain:
a. Munculnya pertanggung jawaban moral dan material.
b. Timbulnya rasa ketentraman dan kepuasan dari kedua belah pihak.
c. Terhindarnya perselisihan dari kedua belah pihak.
d. Terhindar dari pemilikan harta secara tidak sah.
e. Status kepemilikan terhadap harta menjadi jelas.

_____________
Daftar Pustaka :
- Drs.babudin ,S.Ag. Belajar efektif Fikih kelas x MA.2004. Penerbit : intermedia ciptanusantara.
- Sunarto DzulkiÀi, Perbankan Syariah, 2007, Jakarta ; Zikrul Hakim
- Rasyid H. Sulaiman. 1992. Fiqh Islam (hukum fiqh lengkap). Bandung: Penerbit Sinar Baru
- Fuad, Rifki, Hikmah dan Rahasia Syariat Islam, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1996.

Posting Komentar

0 Komentar