Allah Swt. menciptakan manusia sebagai makhluk sosial, manusia satu dengan manusia yang lain saling membutuhkan, baik dengan jalan tolong menolong dalam urusan kemasyarakatan, tukar menukar barang maupun jual beli.
Dalam ekonomi Islam, penumpukan kekayaan oleh sekelompok orang dihindarkan dan secara otomatis tindakan untuk memindahkan aliran kekayaan kepada anggota masyarakat harus dilaksanakan. Sistem ekonomi Islam merupakan sistem yang adil, berupaya menjamin kekayaan tidak terkumpul hanya kepada satu kelompok saja, tetapi tersebar ke seluruh masyarakat.
Islam memperbolehkan seseorang mencari kekayaan sebanyak mungkin. Islam menghendaki adanya persamaan, tetapi tidak menghendaki penyamarataan. Kegiatan ekonomi harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak terlalu banyak harta dikuasai pribadi. Di dalam bermuamalah, Islam menganjurkan untuk mengatur muamalah di antara sesama manusia atas dasar amanah, jujur, adil, dan memberikan kemerdekaan bermuamalah serta jelas-jelas bebas dari unsur riba. Islam melarang terjadinya pengingkaran dan pelanggaran larangan-larangan dan menganjurkan untuk memenuhi janji serta menunaikan amanat.
Oleh sebab itu agama Islam mengatur seluruh tata kehidupan manusia termasuk muamalat yang didalamnya menyinggung banyak persoalan interaksi manusia dengan manusia seperti pelaksanaan perekonomian yang terjadi di masyarakat seperti jual beli, syirkah, mukhabarah, mudharabah dan lain-lain. Maka dalam bab ini akan dibahas tentang jual beli, khiyar, musaqah, muzara’ah, mukhabarah, syirkah,murabahah, mudarabah, dan salam.
A. JUAL BELI
1. Pengertian dan Dasar hukum Jual Beli
Menurut bahasa jual beli berasal dari kata baa'a, yabii'u, bai'an artinya tukar menukar sesuatu dengan sesuatu, menurut istilah jual beli adalah suatu transaksi tukar menukar barang atau harta yang mengakibatkan pemindahan hak milik sesuai dengan Syarat dan Rukun tertentu. Dasar hukum jual beli bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits :
Firman Allah Swt. :
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا ۚ
“Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS. Al Baqarah : 275)
Sabda Rasulullah Saw. :
“Pendapatan yang paling utama dari seorang adalah hasil usaha sendiri dan hasil jual beli yang mabrur” (HR. Thabarani).
2. Syarat dan Rukun Jual Beli
a. Rukun Jual Beli1) Ada penjual.
2) Ada pembeli.
3) Ada barang atau harta yang diperjual belikan.
4) Ada uang atau alat bayar yang digunakan sebagai penukar barang.
5) Ada lafal ijab qabul, yaitu sebagai bukti akan adanya kerelaan dari kedua belah pihak.
b. Syarat Barang yang Diperjual belikan
1) Barang itu suci, artinya bukan barang najis.
2) Barang itu bermanfaat.
3) Barang itu milik sendiri atau milik orang lain yang telah mewakilkan untuk menjualnya.
4) Barang itu dapat diserahterimakan kepemilikannya.
5) Barang itu dapat diketahui jenis, ukuran, sifat dan kadarnya.
c. Syarat Penjual dan Pembeli
1) Berakal sehat, orang yang tidak sehat pikirannya atau idiot (bodoh), maka akad jual belinya tidak sah.
2) Atas kemauan sendiri, artinya jual beli yang tidak ada unsur paksaan.
3) Sudah dewasa (Baligh), artinya akad jual beli yang dilakukan oleh anak-anak jual belinya tidak sah, kecuali pada hal-hal yang sifatnya sederhana atau sudah menjadi adat kebiasaan. Seperti jual beli es, permen dan lain-lain.
4) Keadaan penjual dan pembeli itu bukan orang pemboros terhadap harta, karena keadaan mereka yang demikian itu hartanya pada dasarnya berada pada tanggungjawab walinya.
.
3. Jual Beli yang Terlarang
a. Jual beli yang sah tapi terlarang, antara lain:
1) Jual beli yang harganya di atas/di bawah harga pasar dengan cara menghadang penjual sebelum tiba dipasar. Sabda Nabi Saw. dari Ibnu Abbas ra.:
“Janganlah kamu menghadang orang yang berangkat ke pasar” (Muttafaq Alaih).
2) Membeli barang yang sudah dibeli atau dalam proses tawaran orang lain. Sabda Nabi Saw. :
“Janganlah seseorang menjual sesuatu yang telah dibeli orang lain” (Muttafaq Alaih).
3) Jual beli barang untuk ditimbun supaya dapat dijual dengan harga mahal di kemudian hari, padahal masyarakat membutuhkannya saat itu. Sabda Rasulullah Saw. :
“Tidak ada yang menahan barang kecuali orang yang durhaka (salah)” (HR. Muslim).
4) Jual beli untuk alat maksiat. Firman Allah Swt. :
“Dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”. (QS. Al-Maidah [5]: 2).
5) Jual beli dengan cara menipu, sabda Nabi saw. :
“Nabi melarang memperjual belikan barang yang mengandung tipuan” (HR. Muslim).
6) Jual beli yang mengandung riba, Firman Allah Swt. :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipatganda” (QS. Ali Imran [3]:130).
b. Jual beli terlarang dan tidak sah, yaitu :
1) Jual beli sperma binatang, Sabda Nabi saw. dari Jabir ra.:
“Nabi Saw.. telah melarang menjual air mani binatang jantan” (HR. Muslim dan Nasa’i).
2) Menjual anak ternak yang masih dalam kandungan induknya.
Sabda Nabi saw. dari Abu Hurairah ra.:
3) Menjual belikan barang yang baru dibeli sebelum diserah terimakan kepada pembelinya, sabda Nabi Saw.. :
4) Menjual buah-buahan yang belum nyata buahnya, Sabda Nabi saw. dari Ibnu Umar ra. :
B. KHIYAR
Khiyar menurut bahasa artinya memilih yang terbaik, sedangkan menurut isti- lah khiyar ialah : memilih antara melangsungkan akad jual beli atau membatalkan atas dasar pertimbangan yang matang dari pihak penjual dan pembeli.
1. Jenis-jenis Khiyar
Khiyar ada 3 macam, yaitu :
a. Khiyar Majlis, artinya memilih untuk melangsungkan atau membatalkan akad jual beli sebelum keduanya berpisah dari tempat akad. Sabda Rasulullah saw. :
“Dua orang yang berjual beli boleh memilih (meneruskan atau mengurungkan) jual belinya selama keduanya belum berpisah” (HR. Bukhari dan Muslim).
b. Khiyar Syarat, yaitu khiyar yang dijadikan syarat waktu akad jual beli, artinya si pembeli atau si penjual boleh memilih antara meneruskan atau mengurungkan jual belinya selama persyaratan itu belum dibatalkan setelah mempertimbangkan dalam dua atau tiga hari.
Khiyar syarat paling lama tiga hari. Sabda Nabi saw. :
“Engkau boleh melakukan khiyar pada segala barang yang telah engkau beli selama tiga hari tiga malam” (Al-Baihaqi dari Ibnu Majah).
c. Khiyar Aibi, yaitu memilih melangsungkan akad jual beli atau mengurungkannya bilamana terdapat bukti cacat pada barang. Sebagaimana Hadits yang diriwayatkan dari Uqbah bin Amir Ra., ia berkata, aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:
“Sesama muslim itu bersaudara, tidak halal bagi seorang muslim menjual barangnya kepada muslim lain, padahal pada barang tersebut terdapat aib/cacat melainkan dia harus menjelaskan (aib/cacat)nya itu”. (HR. Ahmad, Ibnu Majah).
C. MUSAQAH, MUZARAAH DAN MUKHABARAH
1. Musaqah
a. Pengertian Musaqah
Musaqah merupakan kerja sama antara pemilik kebun atau tanaman dan pengelola atau penggarap untuk memelihara dan merawat kebun atau tanaman dengan perjanjian bagi hasil yang jumlahnya menurut kesepakatan bersama dan perjanjian itu disebutkan dalam aqad.
b. Hukum Musaqah
Hukum musaqah adalah mubah (boleh) sebagaimana sabda Rasulullah saw.:
Dari Ibnu Umar, “sesungguhnya nabi saw. telah memberikan kebun beliau kepada penduduk Khaibar, agar dipelihara oleh mereka dengan perjanjian mereka akan diberi sebagian dari penghasilannya, baik dari buah-buahan ataupun hasil pertahun (palawija)” (HR. Muslim)
Jika ada orang kaya memiliki sebidang kebun yang di dalamnya terdapat pepohonan seperti kurma dan anggur dan orang tersebut tidak mampu mengairi atau merawat pohon-pohon kurma dan anggur tersebut karena adanya suatu halangan, maka diperbolehkan untuk melakukan suatu akad dengan seseorang yang mau mengairi dan merawat pohon-pohon tersebut. Dan bagi masing-masing keduanya mendapatkan bagian dari hasilnya.
c. Rukun Musaqah
1. Pemilik dan penggarap kebun.
2. Pekerjaan dengan ketentuan yang jelas baik waktu, jenis, dan sifatnya.
3. Hasil yang diperoleh berupa buah, daun, kayu, atau yang lainnya. Buah, hendaknya ditentukan bagian masing-masing (yang punya kebun dan tukang kebun) misalnya seperdua, sepertiga, atau berapa saja asal berdasarkan kesepakatan keduanya pada waktu akad.
4. Akad, yaitu ijab qabul baik berbentuk perkataan maupun tulisan.
2. Mukhabarah
a. Pengertian Mukhabarah
Mukhabarah adalah kerjasama antara pemilik lahan dengan penggarap sedangkan benihnya dari yang punya tanah. Pada umumnya kerjasama mukhabarah ini dilakukan pada tanaman yang benihnya cukup mahal, seperti cengkeh, pala, vanili, dan lain-lain. Namun tidak tertutup kemungkinan pada tanaman yang benihnya relatif murah pun dilakukan kerjasama mukhabarah .
b. Pengertian Muzaraah
Muzaraah adalah kerjasama antara pemilik lahan dengan penggarap sedangkan benihnya dari penggarap. Pada umumnya kerjasama muzaraah ini dilakukan pada tanaman yang benihnya relatif murah, seperti padi, jagung, kacang, kedelai dan lain-lain.
c. Hukum Mukhabarah dan Muzaraah
Hukum mukhabarah dan muzaraah adalah boleh sebagaimana hadits
Rasulullah saw.:
Artinya: Dari Ibnu Umar: “Sesungguhnya Nabi saw.. telah memberikan kebun kepada penduduk khaibar agar dipelihara oleh mereka dengan perjanjian mereka akan diberi sebagian dari penghasilan, baik dari buah-buahan maupun dari hasil pertahun (palawija)” (H.R. Muslim).
Dalam kaitannya hukum tersebut, Jumhurul Ulama’ membolehkan aqad musaqah, muzara’ah, dan mukhabarah, karena selain berdasarkan praktek nabi dan juga praktek sahabat nabi yang biasa melakukan aqad bagi hasil tanaman, juga karena aqad ini menguntungkan kedua belah pihak. Menguntungkan karena bagi pemilik tanah/tanaman terkadang tidak mempunyai waktu dalam mengolah tanah atau menanam tanaman. Sedangkan orang yang mempunyai keahlian dalam hal mengolah tanah terkadang tidak punya modal berupa uang atau tanah, maka dengan aqad bagi hasil tersebut menguntungkan kedua belah pihak, dan tidak ada yang dirugikan.
Adapun persamaan dan perbedaan antara musaqah, muzara’ah, dan mukhabarah yaitu, persamaannya adalah ketiga-tiganya merupakan aqad (perjanjian), sedangkan perbedaannya adalah di dalam musaqah, tanaman sudah ada, tetapi memerlukan tenaga kerja yang memeliharanya. Di dalam muzara’ah, tanaman di tanah belum ada, tanahnya masih harus digarap dulu oleh penggarapnya, namun benihnya dari petani (orang yang menggarap). Sedangkan di dalam mukhabarah, tanaman di tanah belum ada, tanahnya masih harus digarap dulu oleh penggarapnya, namun benihnya dari pemilik tanah.
D. SYIRKAH
1. Pengertian dan Macam Syirkah
Menurut bahasa syirkah artinya : persekutuan, kerjasama atau bersama- sama. Menurut istilah syirkah adalah suatu akad dalam bentuk kerjasama antara dua orang atau lebih dalam bidang modal atau jasa untuk mendapatkan keuntungan.
Syirkah atau kerjasama ini sangat baik kita lakukan karena sangat banyak manfaatnya, terutama dalam meningkatkan kesejahteraan bersama. Kerjasama itu ada yang sifatnya antar pribadi, antar grup bahkan antar negara.
Dalam kehidupan masyarakat, senantiasa terjadi kerjasama didorong oleh keinginan untuk saling tolong menolong dalam hal kebaikan dan keuntungan bersama.
Firman Allah Swt. :
وَتَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْبِرِّ وَٱلتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْإِثْمِ وَٱلْعُدْوَٰنِ ۚ
Artinya : “Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” (QS. Al-Maidah [5]: 2).
2. Macam-Macam Syirkah
Secara garis besar syirkah dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Syirkah amlak (Syirkah kepemilikan) Syirkah amlak ini terwujud karena wasiat atau kondisi lain yang menyebabkan kepemilikan suatu aset oleh dua orang atau lebih.
b. Syirkah uqud (Syirkah kontrak atau kesepakatan), Syirkah uqud ini terjadi karena kesepakatan dua orang atau lebih kerjasama dalam syirkah modal untuk usaha, keuntungan dan kerugian ditanggung bersama.
Syirkah uqud dibedakan menjadi empat macam :
1) Syirkah ‘inan (harta).
Syirkah harta adalah akad kerjasama dalam bidang permodalan sehingga terkumpul sejumlah modal yang memadai untuk diniagakan supaya mendapat keuntungan.
Sabda Nabi saw. dari Abu Hurairah ra. :
Artinya : Rasulullah saw. bersabda : Firman Allah Swt. Saya adalah pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama seorang di antaranya tidak mengkhianati yang lain. Maka apabila berkhianat salah seorang di antara keduanya, saya keluar dari perserikatannya itu” (HR. Abu Daud dan Hakim menshahihkannya).
Sebagian fuqaha, terutama fuqaha Irak berpendapat bahwa syirkah dagang ini disebut juga dengan qirad.
2) Syirkah a’mal (serikat kerja/ syirkah ’abdan)
Syirkah a’mal adalah suatu bentuk kerjasama dua orang atau lebih yang bergerak dalam bidang jasa atau pelayanan pekerjaan dan keuntungan dibagi menurut kesepakatan. Contoh : CV, NP, Firma, Koperasi dan lain-lain.
3) Syirkah Muwafadah
Syirkah Muwafadah adalah kontrak kerjasama dua orang atau lebih, dengan syarat kesamaan modal, kerja, tanggung jawab, beban hutang dan kesamaan laba yang didapat.
4) Syirkah Wujuh (Syirkah keahlian)
Syirkah wujuh adalah kontrak antara dua orang atau lebih yang memiliki reputasi baik serta ahli dalam bisnis.
3. Rukun dan Syarat Syirkah
Rukun dan syarat syirkah dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Anggota yang berserikat, dengan syarat : baligh, berakal sehat, atas kehendak sendiri dan baligh, berakal sehat, atas kehendak sendiri dan mengetahui pokok-pokok perjanjian.
b. Pokok-pokok perjanjian, syaratnya :
- Modal pokok yang dioperasikan harus jelas.
- Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga harus jelas.
- Yang disyarikatkerjakan (obyeknya) tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariat Islam.
c. Sighat, dengan Syarat : Akad kerjasama harus jelas sesuai dengan perjanjian.
E. MUDHARABAH DAN MURABAHAH
1. Mudarabah
a. Pengertian Mudarabah
Mudharabah adalah suatu bentuk kerjasama perniagaan di mana si pemilik modal menyetorkan modalnya kepada pengelola dengan keuntungan akan dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan dari kedua belah pihak sedangkan jika mengalami kerugian akan ditanggung oleh si pemilik modal.
b. Rukun Mudarabah
Rukun mudarabah yaitu:
- Adanya pemilik modal dan mudorib
- Adanya modal, kerja dan keuntungan
- Adanya sighot yaitu Ijab dan Qobul
c. Macam-macam Mudarabah
Secara umum mudarabah dapat dibagi menjadi dua macam yaitu
1) Mudarabah mutlaqah
Dimana pemilik modal (sahibul mal) memberikan keleluasaan penuh kepada pengelola (mudharib) untuk mempergunakan dana tersebut dalam usaha yang dianggapnya baik dan menguntungkan. Namun pengelola tetap bertanggung jawab untuk melakukan pengelolaan sesuai dengan praktek kebiasaan usaha normal yang sehat.
2) Mudarabah muqayyadah
Dimana pemilik dana menentukan syarat dan pembatasan kepada pengelola dalam penggunaan dana tersebut dengan jangka waktu, tempat, jenis usaha dan sebagainya.
2. Murabahah
a. Pengertian Murabahah
Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Pembayaran atas akad jual beli dapat dilakukan secara tunai maupun kredit. Hal yang membedakan murabahah dengan jual beli lainnya adalah penjual harus memberitahukan kepada pembeli harga barang pokok yang dijualnya serta jumlah keuntungan yang diperoleh.
b. Ketentuan Murabahah
1) Jual beli murabahah harus dilakukan atas barang yang telah dimiliki atau hak kepemilikan telah berada di tangan penjual.
2) Adanya kejelasan informasi mengenai besarnya modal (harga pembeli) dan biaya-biaya lain yang lazim dikeluarkan dalam jual beli.
3) Ada informasi yang jelas tentang hubungan baik nominal maupun persentase sehingga diketahui oleh pembeli sebagai salah satu syarat sah murabahah.
4) Dalam sistem murabahah, penjual boleh menetapkan syarat kepada pembeli untuk menjamin kerusakan yang tidak tampak pada barang, tetapi lebih baik syarat seperti itu tidak ditetapkan.
5) Transaksi pertama (antara penjual dan pembeli pertama) haruslah sah, jika tidak sah maka tidak boleh jual beli secara murabahah (anatara pembeli pertama yang menjadi penjual kedua dengan pembeli murabahah.
F. SALAM (JUAL BELI SISTEM INDEN ATAU PESAN)
1. Pengertian Salam
Kata salam berasal dari kata at-taslim yaitu menyerahkan. Kata ini semakna dengan as-salaf yang bermakna memberikan sesuatu dengan mengharapkan hasil dikemudian hari.
Menurut Istilah jual beli model salam yaitu merupakan pembelian barang yang pembayarannya dilunasi di muka, sedangkan penyerahan barang dilakukan di kemudian hari.
Dalam jual beli salam ini, resiko terhadap barang yang diperjualbelikan masih berada pada penjual sampai waktu penyerahan barang. Pihak pembeli berhak untuk meneliti dan dapat menolak barang yang akan diserahkan apabila tidak sesuai dengan spesifikasi awal yang disepakati.
2. Rukun dan Syarat Jual Beli Salam
Dalam jual beli salam, terdapat rukun yang harus dipenuhi, yaitu:
a. Pembeli (muslam)
b. Penjual (muslam ilaih)
c. Modal / uang (ra’sul maal)
d. Barang (muslam fiih). Barang yang menjadi obyek transaksi harus telah terspesifikasi secara jelas dan dapat diakui sebagai hutang.
Sedangkan syarat yang harus dipenuhi sebagai berikut:
a. Pembayaran dilakukan di muka (kontan).
b. Dilakukan pada barang-barang yang memiliki kriteria jelas.
c. Penyebutan kriteria barang dilakukan saat akad dilangsungkan.
d. Penentuan tempo penyerahan barang pesanan.
e. Barang pesanan tersedia pada saat jatuh tempo.
f. Barang pesanan adalah barang yang pengadaannya dijamin pengusaha.
_____________
Daftar Pustaka :
- Drs.babudin ,S.Ag. Belajar efektif Fikih kelas x MA.2004. Penerbit : intermedia ciptanusantara.
- Sunarto DzulkiÀi, Perbankan Syariah, 2007, Jakarta ; Zikrul Hakim
- Rasyid H. Sulaiman. 1992. Fiqh Islam (hukum fiqh lengkap). Bandung: Penerbit Sinar Baru
- Fuad, Rifki, Hikmah dan Rahasia Syariat Islam, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1996.
Daftar Pustaka :
- Drs.babudin ,S.Ag. Belajar efektif Fikih kelas x MA.2004. Penerbit : intermedia ciptanusantara.
- Sunarto DzulkiÀi, Perbankan Syariah, 2007, Jakarta ; Zikrul Hakim
- Rasyid H. Sulaiman. 1992. Fiqh Islam (hukum fiqh lengkap). Bandung: Penerbit Sinar Baru
- Fuad, Rifki, Hikmah dan Rahasia Syariat Islam, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1996.
0 Komentar