Hibah, Shadaqah & Hadiah dan Wakaf

 


A. HIBAH

1. Pengertian dan Hukum Hibah

Hibah adalah akad pemberian harta milik seseorang kepada orang lain diwaktu ia hidup tanpa adanya imbalan sebagai tanda kasih sayang.

Firman Allah Swt. :


وَآتَى الْمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ

Artinya : “Dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak- anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta dan (memerdekakan) hamba sahaya” (QS. Al-Baqarah [2]: 177).

Memberikan Sesuatu kepada orang lain, asal barang atau harta itu halal termasuk perbuatan terpuji dan mendapat pahala dari Allah Swt. Untuk itu hibah hukumnya mubah.
Sabda Nabi saw. :
Artinya: “Dari Khalid bin Adi, sesungguhnya Nabi Muhammad saw.. telah bersabda : “Barang siapa yang diberi oleh saudaranya kebaikan dengan tidak berlebih-lebihan dan tidak ia minta, hendaklah diterima (jangan ditolak). Sesungguhnya yang demikian itu pemberian yang diberikan Allah kepadanya” (HR. Ahmad).

2. Rukun dan Syarat Hibah

a. Pemberi Hibah (Wahib)
Syarat-syarat pemberi hibah (wahib) adalah sudah baligh, dilakukan atas dasar kemauan sendiri, dibenarkan melakukan tindakan hukum dan orang yang berhak memiliki barang.

b. Penerima Hibah (Mauhub Lahu)
Syarat-syarat penerima hibah (mauhub lahu), di antaranya :
Hendaknya penerima hibah itu terbukti adanya pada waktu dilakukan hibah. Apabila tidak ada secara nyata atau hanya ada atas dasar perkiraan, seperti janin yang masih dalam kandungan ibunya maka ia tidak sah dilakukan hibah kepadanya.

c. Barang yang dihibahkan (Mauhub)
Syarat-syarat barang yang dihibahkan (Mauhub), di antaranya : jelas terlihat wujudnya, barang yang dihibahkan memiliki nilai atau harga, betul- betul milik pemberi hibah dan dapat dipindahkan status kepemilikannya dari tangan pemberi hibah kepada penerima hibah.

d. Akad (Ijab dan Qabul), misalnya si penerima menyatakan “saya hibahkan atau kuberikan tanah ini kepadamu”, si penerima menjawab, “ya, saya terima pemberian saudara”.

3.  Macam-macam Hibah

Hibah dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu :

a. Hibah barang adalah memberikan harta atau barang kepada pihak lain yang mencakup materi dan nilai manfaat harta atau barang tersebut, yang pemberiannya tanpa ada tendensi (harapan) apapun. Misalnya menghibahkan rumah, sepeda motor, baju dan sebagainya.

b. Hibah manfaat, yaitu memberikan harta kepada pihak lain agar dimanfaatkan harta atau barang yang dihibahkan itu, namun materi harta atau barang itu tetap menjadi milik pemberi hibah. Dengan kata lain, dalam hibah manfaat itu si penerima hibah hanya memiliki hak guna atau hak pakai saja. Hibah manfaat terdiri dari hibah berwaktu (hibah muajjalah) dan hibah seumur hidup (al-umri). Hibah muajjalah dapat juga dikategorikan pinjaman (ariyah) karena setelah lewat jangka waktu tertentu, barang yang dihibahkan manfaatnya harus dikembalikan.

4. Mencabut Hibah

Jumhur ulama berpendapat bahwa mencabut hibah itu hukumnya haram, kecuali hibah orang tua terhadap anaknya, sesuai dengan sabda Rasulullah saw. :
“Tidak halal seorang muslim memberikan suatu barang kemudian ia tarik kembali, kecuali seorang bapak kepada anaknya” (HR. Abu Dawud).

Sabda Rasulullah saw. :

Artinya: “Orang yang menarik kembali hibahnya sebagaimana anjing yang muntah lalu dimakannya kembali muntahnya itu” (HR. Bukhari Muslim).

Hibah yang dapat dicabut, di antaranya sebagai berikut :
a. Hibahnya orang tua (bapak) terhadap anaknya, karena bapak melihat bahwa mencabut itu demi menjaga kemaslahatan anaknya.
b. Bila  dirasakan  ada  unsur  ketidak-adilan  di  antara  anak-anaknya,  yang menerima hibah.
c. Apabila dengan adanya hibah itu ada kemungkinan menimbulkan iri hati dan fitnah dari pihak lain.

5.  Beberapa Masalah Mengenai Hibah

a. Pemberian Orang Sakit yang Hampir Meninggal
Hukumnya adalah seperti wasiat, yaitu penerima harus bukan ahli warisnya dan jumlahnya tidak lebih dari sepertiga harta. Jika penerima itu ahli waris maka hibah itu tidak sah. Jika hibah itu jumlahnya lebih dari sepertiga harta maka yang dapat diberikan kepada penerima hibah (harus bukan ahli waris) hanya sepertiga harta.

b. Penguasaan Orang Tua atas Hibah Anaknya
Jumhur  ulama  berpendapat  bahwa  seorang  bapak  boleh  menguasai barang yang dihibahkan kepada anaknya yang masih kecil dan dalam perwaliannya  atau  kepada  anak  yang  sudah  dewasa,  tetapi  lemah akalnya. Pendapat ini didasarkan pada kebolehan meminta kembali hibah seseorang kepada anaknya.

6.  Hikmah Hibah

Adapun hikmah hibah adalah :
a. Menumbuhkan rasa kasih sayang kepada sesama
b. Menumbuhkan sikap saling tolong menolong
c. Dapat mempererat tali silaturahmi
d. Menghindarkan diri dari berbagai malapetaka.


B. SHADAQAH DAN HADIAH


1. Pengertian dan Dasar Hukum Shadaqah dan Hadiah

Shadaqah adalah akad pemberian harta milik seseorang kepada orang lain tanpa adanya imbalan dengan harapan mendapat ridla Allah Swt.

Hadiah adalah akad pemberian harta milik seseorang kepada orang lain tanpa adanya imbalan sebagai penghormatan atas suatu prestasi.

Shadaqah itu tidak hanya dalam bentuk materi, tetapi juga dalam bentuk tindakan seperti senyum kepada orang lain termasuk shadaqah. Hal ini sesuai dengan Sabda Rasulullah saw. :
Artinya:“Tersenyum dihadapan temanmu itu adalah bagian dari shadaqah” (HR. Bukhari).

Hukum hadiah-menghadiahkan dari orang Islam kepada orang diluar Islam atau sebaliknya adalah boleh karena persoalan ini termasuk sesuatu yang berhubungan dengan sesama manusia (hablum minan naas).

2. Hukum Shadaqah dan Hadiah

a. Hukum shadaqah adalah sunah.
b. Hukum hadiah adalah mubah artinya boleh saja dilakukan dan boleh ditinggalkan.

Sabda Rasulullah saw. :
Artinya:  “Dari Abu  Hurairah,  Rasulullah  Saw..telah  bersabda  sekiranya saya diundang untuk makan sepotong kaki binatang, undangan itu pasti saya kabulkan, begitu juga kalau potongan kaki binatang dihadiahkan kepada saya tentu saya terima” (HR. Bukhari).

3. Perbedaan antara Shadaqah dan Hadiah

a. Shadaqah ditujukan kepada orang terlantar, sedangkan hadiah ditujukan kepada orang yang berprestasi.
b. Shadaqah untuk membantu orang-orang terlantar memenuhi kebutuhan pokoknya, sedangkan hadiah adalah sebagai kenang-kenangan dan penghargaan kepada orang yang dihormati.
c. Shadaqah adalah wajib dikeluarkan jika keadaan menghendaki sedangkan hadiah hukumnya mubah (boleh).

4.  Syarat-syarat Shadaqah dan Hadiah

a. Orang yang memberikan shadaqah atau hadiah itu sehat akalnya dan tidak dibawah perwalian orang lain. Orang gila, anak-anak dan orang yang kurang sehat jiwanya (seperti pemboros) tidak sah shadaqah dan hadiahnya.
b. Penerima haruslah orang yang benar-benar memerlukan karena keadaannya yang terlantar.
c. Penerima shadaqah atau hadiah haruslah orang yang berhak memiliki, jadi shadaqah atau hadiah kepada anak yang masih dalam kandungan tidak sah.
d. Barang yang dishadaqahkan atau dihadiahkan harus bermanfaat bagi penerimanya.

5. Rukun Shadaqah dan Hadiah

a. Pemberi shadaqah atau hadiah.
b. Penerima shadaqah atau hadiah.
c. Ijab dan Qabul artinya pemberi menyatakan memberikan, penerima menyatakan suka.
d. Barang atau Benda (yang dishadaqahkan/dihadiahkan).

6. Hikmah Shadaqah dan Hadiah

a. Hikmah Shadaqah
1) Menumbuhkan ukhuwah Islamiyah
2) Dapat menghindarkan dari berbagai bencana
3) Akan dicintai Allah Swt.

b. Hikmah Hadiah
1) Menjadi unsur bagi suburnya kasih sayang
2) Menghilangkan tipu daya dan sifat kedengkian.

Sabda Nabi Muhammad saw. :
“Saling hadiah-menghadiahkan kamu, karena dapat menghilangkan tipu daya dan kedengkian” (HR. Abu Ya’la).

Artinya: “Hendaklah kamu saling memberi hadiah, karena ia akan mewariskan kecintaan dan menghilangkan kedengkian-kedengkian” (HR. Dailami).


C. WAKAF

1. Pengertian Wakaf

Wakaf menurut bahasa berarti “menahan” sedangkan menurut istilah wakaf yaitu memberikan suatu benda atau harta yang dapat diambil manfaatnya untuk digunakan bagi kepentingan masyarakat menuju keridhaan Allah Swt.

2. Hukum Wakaf

Hukum wakaf adalah sunah, hal ini didasarkan pada Al-Qur’an. Firman Allah Swt. :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ 

"Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan". (QS. Al-Hajj [22]: 77).

Firman Allah Swt.:

لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ ۚ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ

"Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya" (QS. Ali Imran [3]:92)

3. Rukun Wakaf

a. Orang yang memberikan wakaf (Wakif).
b. Orang yang menerima wakaf (Maukuf lahu).
c. Barang yang yang diwakafkan (Maukuf).
d. Ikrar penyerahan (akad).

4. Syarat-syarat Wakaf

a. Orang yang memberikan wakaf berhak atas perbuatan itu dan atas dasar kehendaknya sendiri.
b. Orang  yang  menerima  wakaf  jelas,  baik  berupa  organisasi  atau perorangan.
c. Barang yang diwakafkan berwujud nyata pada saat diserahkan.
d. Jelas  ikrarnya  dan  penyerahannya,  lebih  baik  tertulis  dalam  akte notaris sehingga jelas dan tidak akan menimbulkan masalah dari pihak keluarga yang memberikan wakaf.

5. Macam-macam Wakaf

Wakaf dibagi menjadi dua macam, yaitu :
a. Waqaf Ahly (wakaf khusus), yaitu wakaf yang khusus diperuntukkan bagi orang-orang tertentu, seorang atau lebih, baik ada ikatan keluarga atau tidak. Misalnya wakaf yang diberikan kepada seorang tokoh masyarakat atau orang yang dihormati.
b. Waqaf Khairy (wakaf untuk umum), yaitu wakaf yang diperuntukkan bagi kepentingan umum. Misalnya wakaf untuk Masjid, Pondok Pesantren dan Madrasah.

6. Perubahan Benda Wakaf

Menurut Imam Syafi’i menjual dan mengganti barang wakaf dalam kondisi apapun hukumnya tidak boleh, bahkan terhadap wakaf khusus (waqaf Ahly) sekalipun,  seperti  wakaf    bagi  keturunannya  sendiri,  sekalipun  terdapat seribu  satu  macam  alasan  untuk  itu.

Sementara  Imam  Maliki  dan  Imam Hanafi membolehkan mengganti semua bentuk barang wakaf, kecuali masjid. Penggantian semua bentuk barang wakaf ini berlaku, baik wakaf khusus atau umum (waqaf Khairy), dengan ketentuan :
a. Apabila pewakaf mensyaratkan (dapat dijual   atau digantikan dengan yang lain), ketika berlangsungnya pewakafan.
b. Barang wakaf sudah berubah menjadi barang yang tidak berguna.
c. Apabila  penggantinya  merupakan  barang  yang  lebih  bermanfaat  dan lebih menguntungkan.
d. Agar lebih berdaya guna harta yang diwakafkan.

7. Hikmah Wakaf

Hikmah disyariatkannya wakaf, antara lain sebagai berikut :
a. Menanamkan sifat zuhud dan melatih menolong kepentingan orang lain.
b. Menghidupkan lembaga-lembaga sosial maupun keagamaan demi syi’ar Islam dan keunggulan kaum muslimin.
c. Memotivasi umat Islam untuk berlomba-lomba dalam beramal karena pahala wakaf akan terus mengalir sekalipun pemberi wakaf telah meninggal dunia.
d. Menyadarkan umat bahwa harta yang dimiliki itu ada fungsi sosial yang harus dikeluarkan.

_____________
Daftar Pustaka :
- Drs.babudin ,S.Ag. Belajar efektif Fikih kelas x MA.2004. Penerbit : intermedia ciptanusantara.
- Sunarto DzulkiÀi, Perbankan Syariah, 2007, Jakarta ; Zikrul Hakim
- Rasyid H. Sulaiman. 1992. Fiqh Islam (hukum fiqh lengkap). Bandung: Penerbit Sinar Baru
- Fuad, Rifki, Hikmah dan Rahasia Syariat Islam, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1996.

Posting Komentar

0 Komentar