Jinayat dan Hikmahnya : Pengertian Jinayat



JINAYAT

1. Pembunuhan

a. Pengertian Pembunuhan
Pembunuhan secara bahasa adalah menghilangkan nyawa seseorang. Sedangkan secara istilah pembunuh adalah pebuatan manusia yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang baik dengan sengaja atau pun tidak sengaja, baik dengan alat yang mematikan atau pun dengan alat yang tidak mematikan, artinya melenyapkan nyawa seseorang dengan sengaja atau tidak sengaja, dengan menggunakan alat mematikan ataupun tidak mematikan. Sejalan dengan pendapat sebagian ulama bahwa, pembunuhan merupakan suatu perbuatan manusia yang menyebabkan hilangnya nyawa seseorang dan itu tidak dibenarkan dalam agama Islam.

b. Macam-macam Pembunuhan

Pembunuhan dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu pembunuhan
sengaja (Qotlul 'amdi) pembunuhan seperti sengaja (Qotlu Syibhi 'amdi) dan Pembunuhan Tersalah (Qotlul khotho').
1. Pembunuhan sengaja (Qotlul 'amdi) yaitu pembunuhan yang telah direncanakan dengan menggunakan alat yang mematikan, baik yang melukai atau memberatkan (mutsaqal). Dikatakan pembunuhan sengaja apabila ada niat dari pelaku sebelumnya dengan menggunakan alat atau senjata yang mematikan. Si pembunuh termasuk orang yang baligh dan yang dibunuh (korban) adalah orang yang baik.
2. Pembunuhan seperti sengaja (Qotlu Syibhi 'amdi) yaitu pembunuhan seperti sengaja adalah pembunuhan yang dilakukan seseorang tanpa niat membunuh dan menggunakan alat yang biasanya tidak mematikan, namun menyebabkan hilangnya nyawa seseorang.
3. Pembunuhan tersalah (Qotlul khotho') yaitu pembunuhan yang terjadi karena salah satu dari tiga kemungkinan. Pertama; perbuatan tanpa maksud melakukan kejahatan tetapi mengakibatkan kematian seseorang., kedua; perbuatan yang mempunyai niat membunuh, namun ternyata orang tersebut tidak boleh dibunuh, ketiga; perbuatan yang pelakunya tidak bermaksud jahat, tetapi akibat kelalaiannya dapat menyebabkan kematian seseorang.

c. Dasar Hukum Larangan Membunuh

Membunuh adalah perbuatan yang dilarang dalam Islam, karena Islam menghormati dan melindungi hak hidup setiap manusia. Firman Allah SWT :
Artinya: “Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan suatu alasan yang benar” (QS. Al-Isra’ : 33).

Karena ada ketegasan mengenai larangan pembunuhan, maka jika ada dua pihak yang saling membunuh tanpa alasan yang dibenarkan oleh syara’, maka orang yang membunuh maupun yang terbunuh sama-sama akan masuk neraka.
Nabi saw bersabda :
“ Pembunuh dan yang terbunuh masuk neraka “ (HR. al-Bukhari-Muslim)

d. Hukuman bagi Pelaku Pembunuhan

Pelaku atau orang yang melakukan pembunuhan setidaknya telah melangggar tiga macam hak, yaitu; hak Allah, hak ahli waris dan hak orang yang terbunuh. Artinya, balasan di dunia diserahkan kepada ahli waris korban, apakah pembunuh akan di qishash atau dimaafkan. Jika pembunuh dimaafkan,
maka wajib baginya membayar diyat kepada ahli waris korban.

Sedangkan mengenai hak Allah, akan diberikan di akhirat nanti, apakah pembunuh akan dimaafkan oleh Allah SWT., karena telah melaksanakan kaffarah atau akan disiksa di akhirat kelak.

Berikut keterangan singkat tentang hukuman bagi pembunuh sesuai dengan macamnya.

1. Pembunuhan sengaja
Hukuman bagi pelaku pembunuhan sengaja adalah qishash yaitu pelaku harus diberikan sanksi yang berat. Dalam hal ini hakim menjadi pelaksana qishash, keluarga korban tidak diperbolehkan main hakim sendiri. Jika keluarga korban memaafkan pelaku pembunuhan, maka hukumannya adalah membayar diyat mughalladzah (denda berat) yang diambilkan dari harta pembunuh dan dibayarkan secara tunai kepada pihak keluarga. Selain itu pembunuh juga harus menunaikan kaffarah.

2. Pembunuhan seperti sengaja
Pelaku pembunuhan seperti sengaja tidak di-qishash. Ia dihukum dengan membayar diyat mughaladzah (denda berat) yang diambilkan dari harta keluarganya dan dapat dibayarkan secara bertahap selama tiga tahun kepada keluarga korban, setiap tahunnya sepertiga. Selain itu pembunuh juga harus melaksanakan kaffarah. Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW:
Artinya: “Barang siapa membunuh dengan sengaja, ia diserahkan kepada keluarga terbunuh. Jika mereka (keluarga terbunuh) menghendaki, mereka dapat mengambil qishash. Dan jika mereka menghendaki (tidak mengambil qishash) mereka dapat mengambil diyat berupa 30 ekor hiqqah, 30 ekor jad’ah, dan 40 ekor khilfah” (H.R. Tirmidzi).

Hadis Rasulullah tersebut merupakan dalil diwajibkannya diyat mughaladzah bagi pelaku tindak pembunuhan sengaja (yang dimaafkan keluarga korban) dan pelaku tindak pembunuhan semi sengaja.

3. Pembunuhan tersalah
Hukuman bagi pembunuhan tersalah adalah membayar diyat mukhaffafah (denda ringan) yang diambilkan dari harta keluarga pembunuh dan dapat dibayarkan secara bertahap selama tiga tahun kepada keluarga korban, setiap tahunnya sepertiga. Rasulullah SAW., bersabda:
Artinya: “Diyat khata’ itu terdiri dari 5 macam hewan. 20 ekor unta berumur empat tahun, 20 ekor unta berumur limat tahun, 20 ekor unta betina berumur 1 tahun, 20 ekor unta betina berumur dua tahun, dan 20 ekor unta jantan berumur dua tahun.” (H.R. Daruquthni).

Selain itu pembunuh juga harus melaksanakan kaffarat, sesuai dengan firman Allah SWT :
Artinya: “Dan barang siapa membunuh seorang mu’min karena tersalah (hendaklah) ia harus memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (yang terbunuh)” (QS. A-Nisa’ : 92).
e. Pembunuhan secara Berkelompok (Qotlu jama'ah 'ala wahid)

Apabila sekelompok orang secara bersama-sama membunuh seseorang, maka mereka harus dihukum qishash. Hal ini disandarkan pada pernyataan Umar bin Khattab terkait praktik pembunuhan secara berkelompok yang diriwayatkan Imam Bukhari berikut:
Artinya: “Dari Sa’id bin Musayyab bahwa Umar ra telah menghukum bunuh lima atau enam orang yang telah membunuh seseorang laki-laki secara dzalim (dengan ditipu) di tempat sunyi. Kemudian ia berkata : Seandainya semua penduduk Sun’a secara bersama-sama membunuhnya niscaya akan aku bunuh semua.” (HR. alBukhari).

f. Hikmah Larangan Membunuh

Islam menerapkan hukuman bagi pelaku pembunuhan tiada lain untuk memelihara kehormatan dan keselamatan jiwa manusia. Pelaku tindak pembunuhan diancam dengan hukuman yang setimpal sesuai perbuatannya.

Di antara dalil yang menjelaskan tentang hukuman bagi pembunuh adalah:
 • Firman Allah ta’ala dalam surat an-Nisa ayat 93:
Artinya: “Dan barang siapa membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya adalah neraka jahannam, ia kekal di dalamnya, dan Allah murka kepadanya, mengutuknya, dan menyediakan adzab yang besar baginya.” (Q.S. anNisa’: 93).

• Sabda Rasulullah SAW:
Artinya: “Pembunuhan sengaja (hukumannya) adalah qishash, kecuali jika wali korban memaafkan.” (H.R. Abu Dawud).

Penerapan hukuman yang berat bagi pembunuh dimaksudkan agar tak seorang pun melakukan tindakan kejahatan yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain.

II. PENGANIAYAAN

a. Pengertian penganiayaan

Yang dimaksud penganiayaan di sini adalah perbuatan pidana (tindak kejahatan), yang berupa melukai, merusak atau menghilangkan fungsi anggota tubuh.

b. Macam-macam penganiayaan

Penganiayaan dibagi menjadi dua macam yaitu penganiayaan berat dan penganiayaan ringan.

Pertama; penganiayaan berat yaitu perbuatan melukai atau merusak bagian badan yang menyebabkan hilangnya manfaat atau fungsi anggota badan tersebut, seperti memukul tangan sampai patah, merusak mata sampai buta dan lain sebagainya.
Kedua; Penganiayaan ringan yaitu perbuatan melukai bagian badan yang tidak sampai merusak atau menghilangkan fungsinya melainkan hanya menimbulkan cacat ringan seperti melukai hingga menyebabkan luka ringan.

c. Dasar Hukuman Tindak Penganiaayaan

Perbuatan menganiaya orang lain tanpa alasan yang dibenarkan dalam Islam dilarang. Larangan berbuat aniaya ini sama dengan larangan membunuh orang lain tanpa dasar. Allah berfirman dalam surat surat al-Maidah ayat 45:
Artinya: “Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka didalamnya (At-Taurat) bahwasannya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi dan luka-lukapun ada qishashnya.” (Q.S. alMaidah: 45).

_________________
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin, Khairul Umam dan A. Achyar, 1989. Ushul Fikih II, Fakultas Syari’ah, Bandung,
Pustaka Setia. cet. ke-1
Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi, 1997. Pengantar Hukum Islam, Semarang:
Pustaka Rizki Putra Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi, 1999.
Pengantar Ilmu Fikih, Semarang: Pustaka Rizki Putra Dasuki, Hafizh. et. al.
1994. Ensiklopedi Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, Jilid 4
Departemen Agama, 1986. Ushul Fikih II, Qaidah-qaidah Fikih dan Ijtihad, Jakarta : Depag,
cet. ke-1
Djafar, Muhammadiyah, 1993. Pengantar Ilmu Fikih, Kalam Mulia, cet. ke-2
Dahlan, abdul Aziz, 1999, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta:PT. Ichtiar Baru Van Hoeve
Firdaus. 2004. Ushul Fikih (Metode Mengkaji dan Memahami Hukum Islam Secara
Komprehensif, Zikrul Hakim, cet. ke-3
Hanafie. A. 1993. Ushul Fikih. Jakarta : Widjaya Kusuma
Khalaf, Abdul Wahab, 1997. Ilmu uṣūl al-Fikih; Terjemah, Masdar Helmy, Bandung: Gema
Risalah Press, cet. ke-1
Muhammad, Ushul Fikih, Jakarta : PT. Pustaka Firdaus, , cet. ke-3
Munawwir, Ahmad Warson. 2002. Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia. Surabaya: Pustaka
Progressif.
Nasrun Rusli. 1999. Konsep Ijtihad al-Syaukani. Jakarta: Logos.
Nasution, Harun. 1983. Akal dan Wahyu dalam Islam. Jakarta: UI-Press.
Rifa’i, Moh, 1979. Ushul Fikih, Jakarta, PT.Al-Ma’arif,
Satria Effendi, M.Zein, 2005. Ushul Fikih, Jakarta, Prenada Media
Syafe’i Rahmat, 1999. Ilmu Ushul Fikih, Bandung : CV Pustaka Setia, cet., ke-2
Syafi’i, Rahmat,. 1999. Ilmu Ushul Fikih. Pustaka Setia : Bandung. & Zaidan, Abdul alKarim, Wahbah, Zuhaeli, 2010. Fikih Imam Syafi’i, Jakarta: Almahera.
Yahya, Muhtar dan Tatur Rahman, 1993. Dasar-Dasar Pembinaan Hukum Fikih Islam,
Bandung: Al Ma’arif,.
Zarkasyi Abdul Salim dan Oman Fathurrohman, 1999. Pengantar Ilmu Fikih-Ushul Fikih,
Zahrah

Posting Komentar

0 Komentar