Ilmu Mawaris (2) : Sebab-Sebab dan Halangan Waris-Mewaris


1. Sebab-Sebab Seseorang Mendapatkan Warisan
Dalam kajian fikih Islam hal-hal yang menyebabkan seseorang mendapatkan warisan ada 4 yaitu:

a. Sebab Nasab (hubungan keluarga)

Nasab yang dimaksud disini adalah nasab hakiki. Artinya hubungan darah atau  hubungan  kerabat, baik  dari  garis  atas  atau  leluhur  si  mayit  (ushul), garis keturunan (furu’), maupun hubungan kekerabatan garis menyimpang (hawasyi), baik laki-laki maupun perempuan.

Misalnya seorang anak akan memperoleh harta warisan dari bapaknya dan sebaliknya, atau seseorang akan memperoleh harta warisan dari saudaranya, dan lain-lain. Sebagaimana firman Allah SWT. :
Artinya: “Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu- bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang Telah ditetapkan.” (QS. An-Nisa : 7)

b. Sebab Pernikahan yang Sah

Yang dimaksud dengan pernikahan yang sah adalah berkumpulnya suami istri dalam ikatan pernikahan yang sah. Dari keduanya inilah muncul istilah-istilah baru dalam ilmu mawaris, seperti: dzawil furudh, ashobah, dan furudh muqaddlarah. Allah Swt. berfirman:
Artinya: “Dan bagimu ( suami-suami ) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istri kamu, jika mereka tidak mempunyai anak” (QS. An-Nisa' : 12)

c. Sebab wala’ atau sebab jalan memerdekakan budak

Seseorang   yang   memerdekakan   hamba   sahaya,   berhak   mendapatkan warisan dari hamba sahaya tersebut kala ia meninggal dunia. Di antara teks hadis yang menjelaskan hal ini adalah:
Artinya: "Sesungguhnya wala’ itu teruntuk orang yang memerdekakan.” (HR. Al- Bukhari)

Artinya: "Wala’ itu sebagai keluarga seperti keluarga karena nasab.”(HR. At-Tabrani)

Kedua hadis di atas menjelaskan bahwa wala' atau memerdekakan budak bisa menjadi sebab seseorang mendapatkan warisan.

d. Sebab Kesamaan Agama

Ketika seorang muslim meninggal sedangkan ia tidak memiliki ahli waris, baik ahli waris karena sebab nasab, nikah, ataupun wala' (memerdekakan budak) maka harta warisannya dipasrahkan kepada baitul mal untuk maslahat umat Islam. Hal tersebut disandarkan pada sabda Rasulullah Saw.:
 
Artinya: ”Aku adalah ahli waris bagi orang yang tidak mempunyai ahli waris.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Maksud  hadis  di  atas,  Rasulullah  menjadi  perantara  penerima  harta waris dari siapapun yang meninggal sedangkan ia tidak mempunyai ahli waris, kemudian Rasulullah gunakan harta waris tersebut untuk maslahat kalangan muslimin.

2. Hal-hal yang Menyebabkan Seseorang Tidak Mendapatkan Harta Waris

Dalam kajian ilmu faraidh, hal-hal yang menyebabkan seseorang tidak mendapatkan harta warisan masuk dalam pembahasan mawani’ul irs (penghalang-penghalang warisan). Penghalang yang dimaksud disini adalah hal-hal tertentu yang menyebabkan seseorang tidak mendapatkan warisan, padahal pada awal mulanya ia merupakan orang-orang yang semestinya mendapatkan harta waris.

Orang  yang  terhalang  mendapatkan  warisan  disebut  dengan  mamnu’  al-irs atau mahjub bil washfi (terhalang karena adanya sifat tertentu). Mereka adalah; pembunuh, budak, murtad,  dan orang yang berbeda agama dengan orang yang meninggalkan harta warisnya. Berikut penjelasan singkat ketiga kelompok manusia yang masuk dalam kategori mamnu’ al-irs tersebut:

a. Pembunuh

Orang yang membunuh salah satu anggota keluarganya maka ia tidak berhak mendapatkan harta warisan dari yang terbunuh. Dalam salah satu qaidah fiqhiyah dijelaskan:
Artinya: ”Barangsiapa yang tegesa-gesa untuk mendapatkan sesuatu, maka ia tidak diperbolehkan menerima sesuatu tersebut sebagai bentuk hukuman untuknya.”

Rasulullah Saw. dalam salah satu sabdanya, menegaskan bahwa seorang pembunuh tidak akan mewarisi harta yang terbunuh. Beliau Saw. bersabda:
“Bagi pembunuh tidak berhak mendapatkan warisan sedikitpun”.(HR. an-Nasa’i dan al-Daruqutni)

Dalam masalah tidak berhaknya pembunuh mendapatkan harta warisan orang yang terbunuh, sebagiain ulama memisahkan sifat pembunuhan yang terjadi. Jika pembunuhan yang dilakukan masuk dalam kategori sengaja, maka pembunuh tidak mendapatkan harta warisan sepeser pun dari korban. Adapun jika pembunuhannya bersifat tersalah maka pelakunya tetap mendapatkan harta waris. Pendapat ini dianut oleh imam Malik bin Anas dan pengikutnya.

b. Budak

Seseorang   yang   berstatus   sebagai   budak   tidak   berhak   mendapatkan harta warisan dari tuannya. Demikian juga sebaliknya, tuannya tidak berhak mendapatkan warisan dari budaknya karena ia memang orang yang tidak mempunyai hak milik sama sekali. Terkait dengan hal ini Allah berfirman:
Artinya: “Allah membuat perumpamaan dengan seorang hamba sahaya yang dimiliki yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatupun.”  (QS. An-Nahl: 75)

c. Orang Murtad
Murtad artinya keluar dari agama Islam. Orang murtad tidak berhak mendapat warisan dari keluarganya yang beragama Islam. Demikian juga sebaliknya. Rasulullah Saw. bersabda:
“Orang Islam tidak bisa mewarisi harta orang kaÏ”ir, dan orang kaÏ”ir tidak bisa mewarisi harta dari orang Islam (Muttafaq 'Alaih)

d. Perbedaan Agama

Orang  Islam  tidak  dapat  mewarisi  harta  warisan  orang  kafir meskipun masih kerabat keluarganya. Demikian juga sebaliknya. Dalil syar’i terkait hal ini adalah hadis yang telah kita pelajari sebelumnya bahwa seorang muslim tidak akan menerima warisan orang kafir, sebagaimana juga orang kafir tidak akan menerima warisan orang muslim.

3. Ahli Waris yang Tidak Bisa Gugur Haknya

Sebagaimana maklum adanya, dalam pembagian harta warisan terkadang ada ahli waris yang terhalang mendapatkan harta warisan karena sebab tertentu, dan sebagian lain ada juga yang tidak mendapatkan harta warisan karena terhalang oleh ahli waris yang lain. Akan tetapi ada beberapa ahli waris yang haknya untuk mendapatkan warisan tidak terhalangi walaupun semua ahli waris ada. Mereka adalah:
• Anak laki-laki
• Anak perempuan
• Bapak
• Ibu
• Suami
• Istri


Posting Komentar

0 Komentar