Materi tentang Haji dan Umrah





HAJI

 
1. Pengertian haji
Istilah haji berasal dari kata hajja berziarah ke, bermaksud, menyengaja, menuju ke tempat tertentu yang diagungkan. Sedangkan menurut istilah haji adalah menyengaja mengunjungi Ka’bah untuk mengerjakan ibadah yang meliputi thawaf, sa’i, wuquf dan ibadah-ibadah lainnya untuk memenuhi perintah Allah Swt. dan mengharap keridlaan-Nya dalam waktu yang telah ditentukan.


2. Hukum Haji
Mengerjakan  ibadah haji hukumnya wajib ’ain, sekali seumur hidup bagi setiap muslim yang telah mukallaf  dan mampu melaksanakannya. Firman Allah Swt.:

فِيهِ آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ مَقَامُ إِبْرَاهِيمَ ۖ وَمَنْ دَخَلَهُ كَانَ آمِنًا ۗ وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

"Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam" (QS. Ali 'Imran : 97)

Sabda Rasulullah Saw. :


Artinya: “Haji yang wajib itu hanya sekali, barang siapa melakukan lebih dari sekali maka yang selanjutnya   adalah  sunah”. HR. Abu Dawud, Ahmad dan Al- Hakim


3. Syarat-syarat Wajib Haji:
a. Beragama Islam, tidak wajib dan tidak sah bagi orang kafir.
b. Berakal, tidak wajib haji bagi orang gila dan orang bodoh.
c. Baligh, tidak wajib haji bagi anak-anak., kalau anak-anak mengerjakannya, hajinya sah sebagai amal sunah, kalau sudah cukup umur atau dewasa wajib melaksanakannya kembali.
Sabda Rasulullah Saw:

Artinya: ”Anak-anak yang telah haji,  sesudah  baligh ia wajib melakukan haji kembali, dan hamba yang telah haji, sesudah dimerdekakan, ia wajib mengerjakan haji kembali”. (H.R.  Baihaqi).

d. Merdeka,  tidak    wajib  haji  bagi  budak  atau  hamba  sahaya,  kalau budak mengerjakannya, hajinya sah, apabila telah merdeka wajib melaksanakannya kembali.
e. Kuasa atau mampu, tidak wajib bagi orang  yang tidak mampu. Baik mampu harta, kesehatan, maupun aman dalam perjalanan.

4. Rukun Haji
Rukun haji adalah beberapa amalan yang harus dikerjakan dalam ibadah haji dan    tidak bisa diganti dengan bayar denda (dam) bila meninggalkannya, berarti hajinya batal dan harus mengulangi dari awal di  tahun berikutnya, yaitu:
a. Ihram, yaitu  berniat memulai mengerjakan ibadah haji ataupun umrah, merupakan pekerjaan pertama sebagaimana takbiratul ihram dalam shalat. Ihram wajib dimulai sesuai miqatnya, baik miqat zamani maupun makani, dengan syarat-syarat  tertentu  yang akan dijelaskan kemudian.
b. Wuquf di padang Arafah, yaitu hadir mulai tergelincir matahari (waktu Dzuhur) tanggal 9 Zulhijjah sampai terbit fajar tanggal 10 Zulhijjah. Rasulullah Saw. bersabda yang artinya :
Dari Abdurrahman bin Ya’mur... ”Haji itu adalah  hadir  di Arafah, barang siapa hadir  pada malam  sepuluh sebelum terbit fajar sesungguhnya dia telah dapat waktu yang sah”. (HR. Lima ahli hadis).
c. Tawaf, rukun ini disebut thawaf ifadah.Yaitu, mengelilingi Ka’bah tujuh kali putaran, dimulai dan diakhiri di Hajar Aswad, dilakukan pada hari raya nahr sampai berakhir hari tasyriq.
Macam-macam tawaf adalah :
1) Tawaf qudum, yaitu thawaf yang dilakukan saat sampai di  Makkah sebagaimana shalat tahiyatul masjid.
2) Tawaf ifadah, yaitu tawaf rukun haji.
3) Tawaf wada’ yaitu tawaf yang dilakukan ketika akan meninggalkan Makkah.
4) Tawaf tahallul, yaitu tawaf  penghalalan muharramat ihram/ hal-hal yang haram.
5) Tawaf nadar (thawaf yang dinadzarkan).
6) Tawaf sunnah.

d. Sa’i, yaitu berlari-lari kecil antara bukit Shafa dan Marwah.
Syarat-syarat  melakukan sa’i adalah :
- Dilakukan setelah thawaf ifadhah  ataupun thawaf qudum,
- Dimulai dari bukit Shafa dan diakhiri di bukit Marwah,
- Dilakukan   tujuh kali perjalanan, dari Shafa ke Marwah dihitung sekali  dan dari Marwah ke Shafa dihitung sekali perjalanan pula.

Adapun  di antara sunah Sa’i adalah:
- Berjalan biasa di antara Shafa dan Marwah, kecuali ketika melewati dua tiang atau pilar dengan lampu hijau, sunah berlari-lari kecil bagi pria.
- Memperbanyak bacaan kalimat tauhid, takbir dan doa ketika berada di atas bukit Shafa dan Marwah dengan cara menghadap ke arah ka’bah.
- Membaca doa di sepanjang perjalanan Shafa - Marwah, dan ketika sampai di antara pilar hijau membaca doa :
 رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَاهْدِنِى السَّبِيْلَ الأَقْوَامَ
”Ya Allah mohon ampun, kasihanilah dan berilah petunjuk jalan yang lurus”.
e. Tahallul, yaitu mencukur atau menggunting rambut, sekurang-kurangnya menggunting tiga helai rambut.
f. Tartib, yaitu mendahulukan yang semestinya dahulu dari rukun- rukun di atas.

5. Wajib Haji
Wajib haji adalah amalan-amalan dalam ibadah haji yang wajib dikerjakan, tetapi sahnya haji tidak tergantung kepadanya. Jika ia ditinggalkan, hajinya tetap sah dengan cara menggantinya dengan dam (bayar denda).Wajib haji ada tujuh, yaitu :
a. Berihram sesuai miqatnya,
b. Bermalam di Muzdalifah,
c. Bermalam (mabit) di Mina,
d. Melontar jumrah Aqabah,
e. Melontar jumrah  Ula, Wusta dan Aqabah,
f. Menjauhkan diri dari muharramat Ihram.
g. Tawaf wada’.

6.  Miqat Haji
Miqat artinya waktu dan dapat juga berarti  tempat. Maksudnya waktu dan tempat yang ditentukan untuk mengerjakan ibadah haji. Miqat ada dua,yaitu miqat zamani dan miqat  makani.
a. Miqat Zamani
Miqat Zamani adalah waktu sahnya diselenggarakan pekerjaan-pekerjaan haji. Orang yang melaksanakan ibadah haji ia harus melaksanakannya pada waktu-waktu yang telah ditentukan, tidak dapat dikerjakan pada sembarang waktu. Allah Swt. berfirman:
الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ ۚ
Artinya: ”Musim haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi.” (QS. Al-Baqarah: 197)

Miqat zamani bermula dari awal bulan Syawal sampai terbit fajar hari raya haji (tanggal 10 Dzulhijjah) yaitu selama dua bulan sembilan setengah hari.

b. Miqat Makani
Miqat Makani adalah tempat memulai ihram bagi orang-orang yang hendak mengerjakan haji dan umrah. Rasulullah telah menetapkan miqat makani sebagai berikut:
1) Rumah masing-masing, bagi orang yang tinggal di Makkah.
2) Dzul Hulaifah (450 km sebelah Utara Makkah), miqat bagi penduduk Madinah dan negeri-negeri yang sejajar dengan Madinah.
3) Juhfah (180 km sebelah barat laut Makkah) miqat penduduk Syiria, setelah tanda-tanda miqat di Juhfah lenyap, maka diganti dengan Rabigh (240 km barat laut Makkah) dekat Juhfah. Rabigh juga miqat orang Mesir, Maghribi, dan negeri-negeri sekitarnya.
4) Qarnul Manzil (94 km dari Makkah) sebuah bukit yang menjorok ke Arafah terletak di sebelah timur Makkah miqat penduduk Nejd dan negeri sekitarnya.
5) Yalamlam (54 km sebelah selatan Makkah) miqat penduduk Yaman, India, Indonesia, dan negeri-negeri yang sejajar dengan negeri-negeri tersebut.
6) Dzatu Irqin (94 km sebelah timur laut Makkah) miqat penduduk Iraq dan negeri-negeri yang sejajar dengan itu.
7) Negeri  masing-masing,  miqat  penduduk  berada  di  antara  kota Makkah dengan miqat-miqat tersebut di atas.

7.  Muharramat Haji dan Dam (denda)
a. Muharramat haji
Muharramat haji ialah perbuatan-perbuatan yang dilarang selama mengerjakan haji. Meninggalkan muharramat haji ternasuk wajib haji. Jadi apabila salah satu muharramat itu dilanggar, wajib atas orang yang melanggarnya membayar dam, diantaranya :
1) Senggama dan pendahuluannya, seperti mencium, menyentuh dengan syahwat, berbicara tentang sex antara suami dengan isteri, dan sebagainya. Semua perbuatan tersebut bukan hanya merupakan larangan melainkan juga akan membatalkan haji bila belum tahallul pertama. Allah berfirman:

فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ ۗ
”Barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tak boleh berbicara buruk (rafats), berbuat fasik, dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji.” (QS. Al-Baqarah [2]: 197)

2)  Memakai pakaian yang berjahit dan memakai sepatu bagi laki-laki.
Sabda Rasulullah Saw.:


Artinya: ”Tidak boleh orang dalam ihram memakai baju, sorban, baju, dan celana juga tidak boleh memakai pakaian yang diberi waras dan za’faran (bahan wangi-wangian). Juga tidak boleh memakai sepatu kecuali tidak mempunyai terompah, maka bolehlah ia memotong sepatu itu hingga tidak menutupi mata kaki.” (H. R. Bukhari dan Muslim).

3)  Mengenakan cadar muka dan sarung tangan bagi wanita. Rasulullah
Saw. bersabda :


Artinya: ”tidak boleh wanita yang sedang ihram memakai cadar muka dan tidak boleh memakai sarung tangan.” (H. R. Bukhari dan Muslim).

4) Memakai harum-haruman serta minyak rambut.
5) Menutup kepala bagi laki-laki, kecuali karena hajat. Bila terpaksa menutup kepala maka ia wajib membayar dam.
6) Melangsungkan  aqad  nikah  bagi  dirinya  atau  menikahkan  orang lain, sebagai wali atau wakil. Tidak sah akad nikah yang dilakukan oleh dua pihak, salah satunya sedang dalam ihram. Rasulullah Saw. bersabda:

Artinya: ”Tidak boleh orang yang sedang ihram itu nikah dan tidak boleh menikahkan dan tidak boleh pula meminang.” (H. R. Tirmidzi).

7) Memotong rambut atau kuku
Menghilangkan rambut dengan menggunting, mencukur, atau memotongnya baik rambut kepala atau lainnya dilarang dalam keadaan ihram. Allah Swt. berfirman:

وَلَا تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّىٰ يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ ۚ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ بِهِ أَذًى مِنْ رَأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِنْ صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ ۚ
”Dan  jangan  kamu  mencukur  kepalamu  sebelum  korban  sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan (lalu ia bercukur) maka wajiblah atasnya fidyah yaitu berpuasa atau bersedekah atau berkorban.” ( QS. Al-Baqarah [2]: 196)


8)  Sengaja  memburu  dan  membunuh  binatang  darat  atau  memakan hasil buruan.

b.  Dam (denda) pelanggaran muharramat  haji maupun umrah.
Dam dari segi bahasa berarti darah, sedangkan menurut istilah adalah mengalirkan darah (menyembelih ternak : kambing, unta atau sapi) di tanah haram  untuk memenuhi ketentuan  manasik haji.
1)  Sebab-sebab dam (denda)  adalah sebagai berikut :
a) Bersenggama  dalam  keadaan  ihram  sebelum  tahallul  pertama, damnya berupa kifarat  yaitu:
• Menyembelih seekor unta, jika tidak dapat maka
• Menyembelih seekor lembu, jika tidak dapat maka
• Menyembelih tujuh ekor kambing, jika tidak dapat maka
• Memberikan  sedekah  bagi  fakir  miskin  berupa  makanan seharga  seekor unta, setiap satu mud ( 0,8 kg) sama dengan satu hari puasa, hal ini diqiyaskan dengan  kewajiban puasa dua bulan berturut-turut bagi suami- istri yang senggama di siang hari bulan Ramadhan.

b) Berburu atau membunuh binatang buruan, dam-nya adalah memilih satu di antara tiga jenis berikut ini :
• Menyembelih binatang yang sebanding dengan binatang yang diburu atau dibunuh.
• Bersedekah   makanan   kepada fakir miskin di tanah Haram senilai  binatang tersebut.
• Berpuasa senilai  harga binatang dengan ketentuan setiap satu mud berpuasa satu hari.
Dam ini disebut dam takhyir atau ta’dil. Takhyir artinya boleh memilih mana yang dikehendaki sesuai dengan kemampuannya, dan ta’dil artinya harus setimpal dengan perbuatannya dan dam ditentukan oleh orang yang adil dan ahli dalam menentukan harga binatang yang dibunuh itu.

c) Mengerjakan salah satu  dari larangan berikut :
• Bercukur rambut
• Memotong kuku
• Memakai pakaian berjahit
• Memakai minyak rambut
• Memakai harum-haruman
• Bersenggama atau pendahuluannya setelah tahallul pertama.
Damnya berupa dam takhyir, yaitu boleh memilih  salah satu di antara tiga hal, yaitu : menyembelih seekor kambing, berpuasa tiga hari dan bersedekah sebanyak tiga gantang ( 9,3 liter) makanan kepada enam orang fakir miskin.

d) Melaksanakan  haji  dengan  cara  tamattu’  atau  qiran,  damnya dibayar  dengan  urutan sebagai berikut:
• Memotong  seekor kambing, bila tidak mampu maka
• Wajib berpuasa  sepuluh hari, tiga hari dilaksanakan sewaktu ihram sampai idul adha, sedangkan tujuh hari lainnya dilaksanakan  setelah kembali ke negerinya.

e) Meninggalkan salah satu wajib haji sebagai berikut:
• Ihram dari miqat
• Melontar jumrah
• Bermalam di Muzdalifah
• Bermalam di Mina pada hari tasyrik
• Melaksanakan thawaf wada’.
Damnya  sama  dengan  dam  karena  melaksanakan  haji  dengan tamattu’ atau qiran tersebut di atas.

8.  Sunnah Haji
Di samping sunah-sunah yang telah disebutkan dalam materi rukun dan wajib haji,  terdapat juga perbuatan yang termasuk sunah haji. Di antaranya adalah:

a. Membaca Talbiyah
Bacaan talbiyah diucapkan dengan suara nyaring bagi laki-laki dan suara lemah bagi perempuan. Waktu membacanya adalah sejak ihram sampai saat lemparan pertama dalam melempar jumroh Aqobah pada hari Idul Adha. Lafal talbiyah tersebut adalah sebagai berikut:
Artinya: ”Aku taati panggilanmu ya Allah, aku penuhi, aku panuhi dan tak ada serikat bagi-Mu dan aku taat pada-Mu. Sesungguhnya puji-pujian, karunia, dan kerajaan itu adalah milik-Mu, tiada serikat bagi-Mu.”

Membaca talbiyah disunahkan ketika naik dan turun kendaraan, ketika mendaki dan menurun, berpapasan dengan rombongan lain, sehabis shalat, dan waktu dini hari.

b. Melaksanakan thawaf qudum
Thawaf qudum disebut juga thawaf tahiyyah (penghormatan) karena thawaf itu merupakan thawaf penghormatan bagi Ka’bah.
c. Membaca shalawat dan doa sesudah bacaan talbiyah.


UMRAH

1. Pengertian, hukum, dan waktu umrah

Menurut pengertian bahasa, umrah berarti ziarah. Dalam pengertian Syar’i, umrah adalah ziarah ke Ka’bah, thawaf, sa’i, dan memotong rambut.

Hukum umrah diperselisihkan ulama. Menurut pendapat al-Azhhar (yang kuat) hukumnya wajib, hal ini berdasarkan firman Allah subhanahu wata’ala:
 وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلهِ
“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah untuk Allah,” (QS al-Baqarah: 196).

Dan haditsnya Sayyidah ‘Aisyah radliyallahu ‘anh:
عن عائشة قالت قلت يا رسول الله هل على النساء جهاد؟ قال: نعم، جهادٌ لا قتال فيه؛ الحج والعمرة
"Dari ‘Aisyah radliyallahu ‘anh, beliau berkata wahai Rasulullah apakah wajib bagi para perempuan untuk berjihad? Rasulullah menjawab; Ya, yaitu jihad yang tanpa adanya peperangan yakni haji dan umrah,” (HR. Ibnu Majah dan al-Bihaqi dan selainya dengan sanad-sanad yang shahih).

Sementara menurut pendapat muqabil al-Azhhar (yang lemah), hukum umrah adalah sunnah. Syekh Muhammad al-Zuhri al-Ghamrawi menegaskan:
 وكذا العمرة فرض في الأظهر ومقابله أنها سنة
"Demikian pula umrah, hukumnya fardlu menurut qaul al-Azzhar. Sedangkan menurut pendapat pembandingnya, umrah adalah sunnah.” (Syekh Muhammad al-Zuhri al-Ghamrawi, al-Siraj al-Wahhaj, hal.151).
Pendapat ini berlandaskan kepada beberapa dalil, di antaranya hadits:
 سئل النبي صلى الله عليه وسلم عن العمرة أواجبة هي قال لا، وأن تعتمر خير لك
“Nabi pernah ditanya mengenai umrah, Apakah umrah wajib? Beliau menjawab tidak, dan ketika kau umrah maka itu lebih baik bagimu.” (HR. al-Turmudzi).

Al-Imam al-Nawawi dalam kitab al-Majmu’ menyatakan bahwa para pakar hadits sepakat bahwa hadits al-Tirmidzi di atas adalah lemah (dha’if), bahkan Ibnu Hazm menyatakan hadits tersebut adalah bathil. Syekh Abdul Hamid al-Syarwani berkata:

 عبارة الأسنى والمغني وأما خبر الترمذي عن جابر «سئل النبي - صلى الله عليه وسلم - عن العمرة أواجبة هي قال لا وأن تعتمر خير لك» فضعيف قال في المجموع اتفق الحفاظ على ضعفه ولا يغتر بقول الترمذي فيه حسن صحيح وقال ابن حزم إنه باطل قال أصحابنا ولو صح لم يلزم منه عدم وجوبها مطلقا لاحتمال أن المراد ليست واجبة على السائل لعدم استطاعته

“Dan ungkapan kitab al-Nihayah dan al-Mughni 'Sedangkan haditsnya al-Turmudzi dari Jabir bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya mengenai umrah, apakah umrah wajib? Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab tidak, dan kalau kamu umrah maka lebih baik bagimu.” Hadits at-Turmudzi adalah hadits yang lemah (dhaif). Imam Nawawi dalam kitab al-Majmu’ berkata bahwa para hafidh hadits sepakat akan status lemah hadits tersebut dan janganlah sampai terbujuk oleh ungkapan al-Turmudzi bahwa hadits itu adalah hasan shahih. Syekh Ibnu Hazm berkata bahwa hadits itu adalah salah (bathil). Beberapa pengikut Imam al-Syafi’i berkata andai saja hadits itu shahih, maka tidak lantas memastikan ketidakwajiban umrah secara mutlak, sebab kemungkinan yang dikehendaki adalah tidak wajib bagi si penanya karena tidak adanya kemampuan berangkat umrah.” (Syekh Abdul Hamid al-Syarwani, Hawasyi al-Syarwani, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, juz 5, hal. 6).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kewajiban haji adalah disepakati oleh seluruh ulama, sementara umrah masih diperselisihkan.

Umrah dilaksanakan satu kali seumur hidup sebagaimana haji. Umrah boleh dikerjakan kapan saja, tidak ada waktu tertentu sebagaimana haji, tetapi yang paling utama adalah pada bulan Ramadhan.

2. Syarat, rukun, dan wajib umrah
Syarat-syarat umrah sama dengan syarat-syarat dalam ibadah haji. Sedangkan rukun umrah agak berbeda dengan rukun haji. Rukun umrah  meliputi:
a. Ihram (niat)
b. Tawaf
c. Sa’i
d. Mencukur rambut
e. Tertib antara keempat rukun di atas


Wajib umrah hanya dua, yaitu:
a. Berihram dari miqat
b. Menjauhkan  diri  dari  muharramat  umrah,  jenis  dan  banyaknya  sama dengan muharramat haji.

Miqat zamani umrah itu sepanjang tahun, artinya, tidak ada waktu tertentu untuk melaksanakan umrah. Jadi boleh dilakukan kapan saja. Adapun miqat makani umrah, pada dasarnya sama dengan miqat makani haji, tetapi khusus bagi orang yang berada di Makkah, miqat makani mereka adalah daerah di luar kota Makkah (di luar Tanah Haram : Tan’im, Ji’ranah, dan Hudaibiyah).

HIKMAH HAJI DAN UMRAH

Dalam ibadah haji dan umrah  terkandung hikmah yang besar. Di antara hik- mah tersebut adalah:
1.  Bagi orang yang melaksanakan :
a)  Mempertebal iman dan takwa kepada Allah Swt..
b)  Ibadah haji sarat akan pengalaman ibadah sehingga dari sana akan dapat mengambil banyak pelajaran yang berharga.
c) Menstabilkan fisik dan mental, karena ibadah haji maupun umrah merupakan ibadah yang memerlukan persiapan fisik yang kuat, biaya besar, dan memerlukan kesabaran serta ketabahan dalam menghadapi segala godaan dan rintangan.
d)  Menumbuhkan semangat berkorban, karena ibadah haji maupun umrah banyak meminta pengorbanan baik harta, benda, jiwa, tenaga, serta waktu untuk melakukannya.
e)  Mengenal tempat-tempat yang bersejarah yang ada hubungannya dengan ibadah haji maupun tidak, seperti Ka’bah, bukit Safa dan Marwah, sumur Zam-zam, kota suci Makkah dan Madinah, padang Arafah, dan lain-lain.

2.  Bagi umat Islam secara keseluruhan
a)  Ibadah haji dan umrah merupakan suatu peristiwa penting yang dapat digunakan sebagai arena mempererat persaudaraan/ ukhuwah Islamiyah antara sesama muslim dari berbagai penjuru dunia agar saling kenal- mengenal.
b)  Momentum tersebut dapat dimanfaatkan untuk membina persatuan dan kesatuan umat Islam se-dunia. Tiap-tiap negara dapat menunjuk wakil- wakilnya untuk tukar-menukar informasi dan pendapat terutama dalam masalah menegakkan agama Allah.
c)  Peristiwa yang hanya satu tahun sekali ini dapat pula dijadikan sarana untuk evaluasi sampai sejauh mana dakwah Islam telah dijalankan oleh umat Islam sedunia. Selanjutnya melalui pertemuan antar wakil-wakil umat Islam se-dunia, dapat diprogramkan rencana dakwah Islam untuk menegakkan agama Allah di seluruh dunia.


_____________
Daftar Pustaka :
- Drs.babudin ,S.Ag. Belajar efektif Fikih kelas x MA.2004. Penerbit : intermedia ciptanusantara.
- Sunarto DzulkiÀi, Perbankan Syariah, 2007, Jakarta ; Zikrul Hakim
- Rasyid H. Sulaiman. 1992. Fiqh Islam (hukum fiqh lengkap). Bandung: Penerbit Sinar Baru
- Fuad, Rifki, Hikmah dan Rahasia Syariat Islam, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1996.

Posting Komentar

0 Komentar