Damman dan Kafalah


A. Damman

1. Pengertian Damman
Damman adalah suatu ikrar atau lafadz yang disampaikan berupa perkataan atau perbuatan untuk menjamin pelunasan hutang seseorang. Dengan demikian, kewajiban membayar hutang atau tanggungan itu berpindah dari orang yang berhutang kepada orang yang menjamin pelunasan hutangnya.

2. Dasar Hukum Damman
Damman hukumnya boleh dan sah dalam arti diperbolehkan oleh syariat Islam, selama tidak menyangkut kewajiban yang berkaitan dengan hak-hak Allah.
Firman Allah Swt. :
“Penyeru-penyeru itu berkata :”Kami kehilangan piala raja dan barang siapa yang dapat mengembalikan akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan akan menjamin terhadapnya” (QS. Yusuf : 72).

Sabda Rasulullah saw. :
"Penghutang hendaklah mengembalikan pinjamannya dan penjamin hendaklah membayar" (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

Sabda Rasulullah saw. :
“Sesungguhnya ada jenazah yang dibawa ke hadapan Nabi saw. lalu para sahabat berkata:”Ya Rasulullah kami mohon jenazah ini dishalatkan!”, Tanya Nabi: “Adakah harta pusaka yang ditinggalkan?”, Jawab sahabat:”Tidak”, lalu Nabi Tanya lagi:”Apakah ia punya hutang?”, jawab sahabat:”Punya, ada  tiga  dinar”,  kemudian  Nabi  bersabda:”  Shalatkan  temanmu  itu!”, lantas Abu Qatadah ra. berkata:”Ya Rasulullah, Shalatkanlah ia dan saya yang menjamin hutangnya!”. Kemudian Nabi saw. menshalatkannya” (HR. Bukhori)

3.  Syarat dan Rukun Dhaman

Rukun Damman antara lain :
a.   Penjamin (damin).
b.  Orang yang dijamin hutangnya (madmun ‘anhu).
c.   Penagih yang mendapat jaminan (madmun lahu).
d.  Lafal/ ikrar.


Adapun syarat dhaman antara lain :
a.   Syarat penjamin
1)  Dewasa (baligh)
2)  Berakal (tidak gila atau waras)
3)  Atas kemauan sendiri (tidak terpaksa)
4)  Orang yang diperbolehkan membelanjakan harta.
5)  Mengetahui jumlah atau kadar hutang yang dijamin.

b. Syarat  orang  yang  dijamin,  yaitu  orang  yang  berdasarkan  hukum diperbolehkan untuk membelanjakan harta.

c.  Syarat orang yang menagih hutang, dia diketahui keberadaannya oleh orang yang menjamin.
d.  Syarat harta yang dijamin antara lain:
1)  Diketahui jumlahnya
2)  Diketahui ukurannya
3)  Diketahui kadarnya
4)  Diketahui keadaannya
5)  Diketahui waktu jatuh tempo pembayaran.

e. Syarat lafadz (ikrar) yaitu dapat dimengerti yang menunjukkan adanya jaminan serta pemindahan tanggung jawab dalam memenuhi kewajiban pelunasan hutang dan jaminan ini tidak dibatasi oleh sesuatu, baik waktu atau keadaan tertentu.

4.  Hikmah Dhaman

Hikmah dhaman sebagai berikut:
a. Munculnya rasa aman dari peminjam (penghutang).
b. Munculnya rasa lega dan tenang dari pemberi hutang
c. Terbentuknya sikap tolong menolong dan persaudaraan
d. Menjamin akan mendapat pahala dari Allah Swt..


B.  Kafalah

1.  Pengertian Kafalah

Kafalah menurut bahasa berarti menanggung. Firman Allah Swt. :
“Dan Dia (Allah) menjadikan Zakarya sebagai penjamin (Maryam)” (QS. Maryam : 37).

Menurut istilah arti kafalah adalah menanggung atau menjamin seseorang untuk dapat dihadirkan dalam suatu tuntutan hukum di Pengadilan pada saat dan tempat yang ditentukan.

2.  Dasar Hukum Kafalah

Para  fuqaha’ bersepakat  tentang  bedanya  kafalah  dan  masalah  ini  telah dipraktekkan umat Islam hingga kini. Firman Allah Swt. :
Ya’kub berkata:”Aku sekali-kali tidak akan melepaskannya (pergi ) bersama-sama kamu, sebelum kamu memberikan kepadaku janji yang teguh atas nama Allah, Bahwa kamu pasti akan membawanya kepadaku kembali” (QS. Yusuf : 66).

Sabda Rasulullah saw. :
“Penjamin adalah orang yang berkewajiban membayar” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

3.  Syarat dan Rukun Kafalah

Rukun kafalah sebagai berikut:
a. Kafil, yaitu orang berkewajiban menanggung.
b. Ashiil,  yaitu  orang  yang  hutang  atau  orang  yang  ditanggung  akan kewajibannya.
c. Makful Lahu, yaitu orang yang menghutangkannya.
d. Makful Bihi, yaitu orang atau barang atau pekerjaan yang wajib dipenuhi oleh orang yang ihwalnya ditanggung (makful ‘anhu).

Adapun Syarat kafalah adalah sebagai berikut:
a. Syarat kafil adalah baligh, berakal, orang yang diperbolehkan menggunakan hartanya secara hukum, tidak dipaksa (rela dengan kafalah).
b. Asil tidak disyaratkan baligh, berakal, kehadiran dan kerelaannya, tetapi siapa saja dapat ditanggung (dijamin oleh kafil).
c. Makful Lahu disyaratkan dikenal oleh kafiil (orang yang menjamin).
d. Makful Bihi disyaratkan diketahui jenis, jumlah, kadar atau pekerjaan atau segala sesuatu yang menjadi hal yang ditanggung/dijamin.

Menurut Madzhab Hanafi dan sebagian pengikut Madzhab Hambali bahwa kafalah boleh bersifat tanjiz, ta’liq dan boleh juga tauqit. Namun madzhab Syafi’i tidak membolehkan adanya kafalah ta’liq.

Kafalah tanjiz adalah menanggung sesuatu yang dijelaskan keadaannya, seperti ucapan si kafil: “Aku menjamin si anu sekarang”.

Kafalah ta’liq adalah kafalah atau menjamin seseorang yang dikaitkan dengan sesuatu keadaan bila terjadi. Misal perkataan si kafil :”Aku akan menjamin hutang- hutangmu bila hari ini tidak turun hujan”. “Maksudnya bila hujan tidak turun aku jadi menjamin hutang-hutangmu, namun bila turun aku tidak jadi menjamin”.

Kafalah tauqit adalah kafalah untuk menjamin terhadap sesuatu tanggungan yang dikuatkan oleh suatu keadaan tertentu atau dipastikan dengan sungguh-sungguh bahwa dia betul-betul akan menjamin dari suatu tanggungan itu.

4. Macam-macam Kafalah

Kafalah terbagi menjadi dua macam, yaitu kafalah jiwa dan kafalah harta.

Kafalah  jiwa  dikenal  pula  dengan  sebutan  dhammul  wajhi  (tanggungan muka), yaitu adanya kewajiban bagi penanggung untuk menghadirkan orang yang ditanggung kepada yang ia janjikan tanggungan (makful lahu). Seperti ucapan :”Aku jamin dapat mendatangkan Ahmad dalam persidangan nanti”. Ketentuan ini boleh selama menyangkut hak manusia, namun bila sudah berkaitan dengan hak-hak Allah tidak sah kafalah, seperti menanggung / mengganti dari had zina, mencuri dan qishas.
Sabda Rasulullah saw.:
“Tidak ada kafalah dalam masalah had” (HR. Baihaqi).

Kafalah harta adalah kewajiban yang harus dipenuhi kafil dalam pemenuhan berupa harta.

5.  Berakhirnya Kafalah

Kafalah berakhir apabila kewajiban dari penanggung sudah dilaksanakan dengan baik atau si makful lahu membatalkan akad kafalah karena merelakannya.

6.  Hikmah Kafalah

Adapun hikmah yang dapat diambil dari kafalah adalah sebagai berikut:
a. Adanya unsur tolong menolong antar sesama manusia.
b. Orang yang dijamin (ashiil) terhindar dari perasaan malu dan tercela.
c. Makful lahu akan terhindar dari unsur penipuan.
d. Kafil akan mendapatkan pahala dari Allah Swt., karena telah menolong orang lain.

_______________
Daftar Pustaka :
- Drs. Babudin ,S.Ag. Belajar efektif Fikih kelas x MA.2004. Penerbit : intermedia ciptanusantara.
- Sunarto Dzulkifli, Perbankan Syariah, 2007, Jakarta ; Zikrul Hakim
- Rasyid H. Sulaiman. 1992. Fiqh Islam (hukum fiqh lengkap). Bandung : Penerbit Sinar Baru
- Fuad, Rifki, Hikmah dan Rahasia Syariat Islam, Bandung : Sinar Baru Algensindo, 1996.





Posting Komentar

0 Komentar